Sidang Dugaan Kartel Migor, KPPU Diharapkan  Kedepankan Advokasi Kebijakan

JAKARTA,AKSI KATA.COM – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diharapkan lebih  mengedepankan pendekatan advokasi kebijakan dalam perkara dugaan kartel minyak goreng. Pasalnya, sumber permasalahan utama krisis minyak goreng pada akhir 2021 sampai dengan pertengahan 2022 adalah kebijakan pemerintah yang tidak tepat.

Selain itu, fakta persidangan juga menunjukkan tidak ada bukti para pelaku usaha termasuk Wilmar Group telah melanggar   Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).

“Setelah mendengarkan keterangan para saksi maupun ahli, ternyata penyebab utama kisruh minyak goreng ini ada di tataran regulasi.  Apabila pimpinan KPPU bisa mendeteksi lebih dini, semestinya KPPU lebih mengedepankan fungsi dan kewenangan mereka dalam memberikan masukan dan saran ke pemerintah daripada membiarkan investigator membawa perkara ini ke ranah penyelidikan dan pemeriksaan. Kami meyakini, majelis komisi memiliki wisdom dalam memutuskan perkara ini dengan tepat guna memperbaiki industri minyak goreng,” ujar Rikrik Rizkiyana dari Kantor Hukum Assegaf, Hamzah & Partners (AHP), kuasa hukum Wilmar Group,usai sidang dugaan kartel minyak goreng  di Jakarta, Selasa (4/4).

Mengutip keterangan para saksi fakta maupun ahli, Wilmar Group  menyatakan, permasalah utama dalam perkara ini adalah sejumlah kebijakan pemerintah di awal 2022 yang berubah-ubah dan justru merugikan banyak pihak,  terutama penerapan harga eceran tertinggi (HET) dan domestic market obligation (DMO)/domestic price obligation (DPO) minyak goreng.  Penerapan HET bukan saja merugikan produsen karena harus menjual di bawah harga keekonomian, tetapi juga memicu rush buying  yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng kemasan di pasaran.

” Banyaknya peraturan terkait minyak goreng kemasan yang dikeluarkan pemerintah sejak awal 2022, maka industri ini menjadi highly regulated  sehingga tidak tepat jika dianalisis menggunakan hukum persaingan usaha,” ujar Rikrik Rizkiyana.

Rikrik Rizkiyana menegaskan,  tidak ada bukti perjanjian penetapan harga dengan pelaku usaha atau Terlapor lain. Dengan demikian tidak ada pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5/1999 sebagaimana dugaan investigator KPPU.
“Para saksi, termasuk mantan Dirjen di Kemendag, Oke Nurwan mengatakan kenaikan harga minyak goreng kemasan  pada periode Oktober-Desember 2021 dan Maret-Mei 2022 dipicu kenaikan harga CPO, bukan karena adanya perjanjian antara pelaku usaha. Pertemuan-pertemua yang dilakukan GIMNI juga tidak pernah membahas  penetapan harga,” papar Rikrik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *