JAKARTA, AKSIKATA.COM – Undang-Undang Cipta Kerja cacat hukum, baik secara formil dan materil. Bahkan dari awal pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, Saepul menganggap, pemerintah tidak terbuka untuk melibatkan masyarakat.
Dari sisi formil, sejak diumumkan Presiden tentang rencana pembuatan UU Cipta Kerja dengan metode Omnibus Law, pemerintah tidak terbuka untuk melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan RUU Cipta Kerja tersebut. Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (DPP KRPI), Saepul Tavip, dalam keterangan pers pada Selasa malam, (6/10).
Menurut Saepul, UU tersebut justru bertentangan dengan Pasal 96 UU Nomor 12 tahun 2011 bahwa dalam proses pembuatan suatu UU wajib melibatkan masyarakat.
Fatalnya, pembuatan draft RUU Cipta Kerja, pemerintah hanya melibatkan kalangan pengusaha. “Pemerintah hanya melibatkan kalangan pengusaha untuk membuat draft RUU Cipta Kerja ini, hingga diserahkan ke DPR,” tutur dia.
Sejumlah pasal yang telah disepakati di tingkat Panja ternyata berbeda dengan isi pasal UU Cipta Kerja yang disahkan. Salah satunya, Pasal 59 tentang Perjanjian Waktu Kerja Tertentu (PKWT) dan Pasal 66 tentang alih daya (outsourcing).
Dalam pembahasan RUU Cipta Kerja di tingkat Panja, telah disepakati untuk kembali ke UU 13/2003.
Akan tetapi, dalam UU Cipta Kerja yang telah disahkan, ternyata berbeda dengan isi kesepakatan Panja. Terindikasi ada pihak yang sengaja membelokkan poin-poin kesepakatan Panja.
Dihapusnya syarat PKWT maksimal tiga tahun dan sekali perpanjangan PKWT, serta dibebaskannya outsourcing akan menyebabkan semakin banyak pekerja yang diperlakukan dengan sistem PKWT dan outsourcing.
Padahal telah menjadi rahasia umum bahwa pekerja PKWT dan outsourcing adalah pekerja yang rentan dilanggar hak-hak normatifnya.
Pelanggaran hak normatif ini meliputi upah umum (termasuk upah lembur), dan jaminan sosial.
Oleh karena itu, KRPI akan menempuh jalur perlawanan dengan mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak seluruh isi klaster Ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja.
KRPI pun berharap seluruh komponen gerakan Serikat Pekerja di Indonesia untuk bahu membahu, kompak menolak UU Cipta Kerja yang sangat merugikan rakyat pekerja ini dengan tetap menjaga keselamatan pekerja dari bahaya Covid-19.