JAKARTA, AKSIKATA.COM – Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengeluarkan surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Dalam surat yang berisi 207 halaman tersebut Menkes Terawan mengganti istilah orang dalam pengawasan (ODP), Pasien dalam pengawasan (PDP) serta orang tanpa gejala (OTG). Istilah tersebut diganti jadi kasus suspek, porbable, konfirmasi, erat.
“Untuk kasus suspek, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat, istilah yang digunakan pada pedoman sebelumnya adalah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), orang tanpa gejala (OTG),” ujar Menkes, pada Senin (13/7).
Pada bab 3 terkait surveilans epidomologi halaman 31 yang diteken Menkes.
Selanjutnya kasus suspek dijelaskan yang memiliki kriteria yaitu orang dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Lalu pada 14 hari terkahir sebelum timbul timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.
“Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable COVID-19,” ujar Menkes mengutip peraturan tersebut.
Dalam peraturan tersebut juga menjelaskan ISPA berat membutuhkan perawatan di rumah sakit. Selanjutnya istilah pasien dalam pengawasan (PDP) dikenal dengan kasus saspek.
“ISPA yaitu demam (> 38 derajat celcius) atau riwayat demam, dan disertai salah satu gejala,tanda penyakit pernapasan seperti batuk atau sesak napas, sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat,” ujarnya,
Kasus porbable yaitu kasus suspek dengan ISPA berat, meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 serta belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kemudian kasuskonfirmasi.
“Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi Virus COVID-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR,” bunyi peraturan tersebut.
Adapun kasus konfirmasi terbagi jadi dua yaitu kasus konfirmasi dengan gejala kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).
Dalam peraturan tersebut juga dijelaskan terkait kriteria kontak erat. Yaitu orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable. Kontak erat yang dimaksud yaitu bertatap muka, sentuhan fisik, memberikan perawatan langsung.
“Situasi lainnya yang mengindikasi adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat,” ujar Menkes.
Pada kasus probable atau konfirmasi bergejala (simptomatik) untuk melakukan kontak erat periode kontak hal tersebut dihitung selama dua hari kasus tersebut muncul. Kemudian hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
“Pada kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari dua hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan spesimen kasus konfirmasi.”