BANTEN, AKSIKATA.COM – Berada di Badui sejenak kembali ke alam, bergumul dengan kesederhaan, diantara pepohonan tinggi, semak, dan air sungai yang mengalir jernih.
Ciboleger adalah desa terakhir yang bisa dimasuki kendaraan bermotor sebelum memasuki kawasan Badui. Pengunjung pun diwajibkan untuk melapor kepada Jaro atau Kepala Adat untuk melanjutkan perjalanan memasuki kawasan Badui Luar. Dua perbukitan terjal harus dilalui pengunjung dengan jalur naik turun dan berbatu untuk menuju Desa Gajeboh kawasan Badui Luar.
Sekitar 3-4 jam yang akan ditempuh pengunjung, dari Desa Gajeboh menuju permukiman warga Badui Dalam. Ada 4 jembatan bambu ditemani pemandangan indah dan aliran sungai yang jernih, yang harus dilalui pengunjung untuk menyeberangi Sungai Ciujung beserta pecahannya. Uniknya jembatan ini dibuat dari bambu yang menggantung pada pohon-pohon besar yang ditepiannya disambung dengan tali dari serabut.
Di Badui Dalam para pengunjung akan menyaksikan keunikan adat istiadat yang dipegang teguh warga nya. Di Badui Dalam tidak akan ditemui satu pun alat elektronik, karena adat istiadat mereka melarangnya dan warga Suku Badui pun berkomitmen untuk tidak ikut terbawa arus modernisasi. Dan seluruh warganya patuh pada hukum.
Masyarakat Badui termasuk dalam Suku Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, Banten. Mayoritas dari mereka beragama Islam dan tinggal di hulu sungai Ciujung, kawasan Gunung Kendeng. Meski bahasa yang mereka gunakan adalah Sunda dengan dialek Sunda Banten, dalam berkomunikasi dengan masyarakat luar mereka menggunakan bahasa Indonesia dengan cukup lancar. Perjalanan melelahkan para pengunjung seolah terbayar, dengan pelajaran hidup yang akan disaksikan di kawasan Badui, di antaranya memahami arti kesederhanaan.