JAKARTA, AKSIKATA.COM – Mudahnya anak kecil memainkan handphone tanpa pengawasan dari orangtua memudahkan anak mengalami pelecehan seksual melalui modus grooming lewat media sosial.
Sebab itulah, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Giwo Rubianto Wiyogo meminta orangtua ikut mengawasi penggunaan handphone bagi anak-anak.
“Pelecehan seksual dengan modus grooming di media sosial sudah menyasar anak-anak. Orangtua jangan sampai lengah Ini perlu diwaspadai, karena tidak semua orang tua familiar dengan media sosial,” ujar Giwo pada acara halal bihalal Kowani di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (31/5/2022).
Akibat penggunaan media sosial, tidak heran di usia dini anak-anak sudah memiliki akun tersendiri. Dari sinilah, biasanya pelaku grooming melakukan modus pelecehan seksual kepada para korbannya.
Dengan ketidaktahuan anak terhadap modus kejahatan pelecehan seksual, anak rentan menjadi korban dari pelaku yang tidak hanya datang dari dalam negeri, bahkan juga pelaku dari berbagai negara.
Menurut Giwo, Polda Surabaya belum lama berhasil mengungkap terjadinya kasus kejahatan seksual grooming dengan jumlah korban yang cukup banyak yaitu sebanyak 1.300 anak.
Giwo yang juga Vice President International Council of Woman (ICW) menyebutkan bahwa kejahatan seksual dengan modus grooming selama ini menjadi bentuk kejahatan yang sulit untuk dikenali oleh orang tua maupun masyarakat.
Pasalnya, pelaku bersikap ramah kepada anak yang menjadi sasaran kejahatannya dan sudah memantau akun anak, dalam hitungan berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan hitungan tahun.
“Apalagi, kini menggunakan media sosial. Tentu ini akan jauh lebih sulit bagi orang tua untuk mendeteksinya sejak awal,” tambah Giwo.
Media sosial menjadi hal lumrah dan banyak diakses oleh anak-anak. Mereka bahkan memiliki akun pribadi yang kadangkala orang tua tidak mengerti atau tidak mengetahuinya.
Akses terhadap media sosial itu kemudian dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan grooming untuk menyasar korbannya di kalangan anak-anak.
“Mereka sering menggunakan akun palsu yang mencatut nama atau foto orang yang sangat familiar dengan anak-anak. Kadang guru, kadang publik figur, artis atau tokoh yang banyak diidolakan oleh anak-anak. Dengan figur-figur yang dikenal anak, pelaku akan jauh lebih mudah untuk menarik simpati dan perhatian anak-anak. Apalagi, melalui media sosial, komunikasi bisa dilakukan pelaku kapan saja, tidak terbatas oleh waktu dan tempat,” katanya.
Untuk mendapatkan simpati sang anak, pelaku juga tak segan memuji-muji korban, bersikap ramah, bersedia menampung keluh kesah anak dan menjadi teman curahan hati anak. Komunikasi yang dilakukan secara intensif itu lambat laun akan membuat hubungan keterikatan antara anak dengan pelaku.
“Ini yang dilakukan oleh pelaku berinisial PR di Surabaya. Pelaku menggunakan akun palsu dengan foto dan nama guru. Lalu mengikuti anak-anak yang diincarnya satu per satu melalui media sosial instagram,” tambah Giwo.
Saat sudah terbangun ‘kedekatan’ dengan anak, pelaku akan meminta anak berfoto atau merekam video cabul, baik dengan cara yang santun maupun memaksa dan penuh ancaman.
“Dampak kejahatan grooming ini amat serius, karena anak korban kejahatan grooming bisa menunjukkan gejala psikologis yang memburuk, emosi yang tidak terkontrol dan gangguan secara fisik. Anak menjadi lebih sensitif dan suka menyendiri,” ucapnya.
Oleh karena itu, Giwo mengimbau orang tua untuk mewaspadai serta tidak mudah percaya pada orang asing yang memiliki hubungan baik dengan anak.
“Jika ada orang asing yang gemar memberikan hadiah pada anak, mengajak anak jalan atau hal-hal lain di luar kewajaran, sebaiknya hati-hati. Cek media sosial anak, cari tahu siapa kawan atau orang yang dekat dengan anak,” imbuh dia.(*)