JAKARTA, koranindonesia.id – Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, Pancasila yang sudah menjadi dasar negara dan ideologi negara dikodifikasi dan konsensus nasional adalah Pancasila 18 Agustus 1945, dengan pengalaman sejarah yang panjang di era orde lama, orde baru, dan setelah reformasi selama dua dasawarsa.
“Maka bagaimana kita memperingati lahirnya Pancasila itu bukan hanya ritual dan seremonial maupun juga dalam jargon dan retorika,” tutur Haedar dalam keterangan tertulisnya, Selasa (1/6).
Haedar mengajak seluruh warga bangsa untuk mewujudkan Pancasila. Pertama, menerapkan Pancasila dalam kehidupan bernegara, melalui seluruh institusi kenegaraan agar betul-betul menjadikan setiap sila Pancasila sebagai dasar nilai, dasar pijakan mengambil keputusan dan orientasi dalam kebijakan tersebut agar tetap berada di koridor Pancasila.
“Pertentangan sering terjadi karena kebijakan-kebijakan negara itu tidak sejalan dengan jiwa, alam pikiran, dan moralitas Pancasila,” tegas Haedar.
Kedua, kata Haedar, Pancasila harus menjadi pedoman hidup berbangsa bagi seluruh komponen dan warga bangsa, termasuk para elit bangsa.
“Pancasila tidak cukup hanya dihapal, menjadi doktrin, dan pemikiran, Pancasila harus kita praktikkan dan kita warga bangsa, elite bangsa dimanapun berada dan dalam posisi apapun harus menjadi contoh teladan di dalam mempraktikkan Pancasila,” ungkap Haedar.
“Menjadi insan-insan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, Berperikemanusiaan yang adil dan beradab, Berpersatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi. Kata ‘ber’ menunjukkan kata kerja, artinya Pancasila dijadikan praktik nyata dalam berbangsa dan bernegara,” sambung Haedar.
Terakhir, sambung Haedar, perumusan Pancasila untuk menjadi bahan sosialisasi dalam kehidupan bernegara jangan mengulangi yang telah terjadi di masa lalu. Dimana kita atau sebagian kita atau kebijakan itu secara sadar atau tidak meyimpangkan Pancasila dari sila-silanya yang substansial menjadi hal-hal yang indoktrinatif di luar substansi yang seobjektif mungkin dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
“Jauhi politisasi Pancasila untuk kepentingan apapun, karena kita belajar dari sejarah setiap reduksi, penyimpangan, dan politisasi Pancasila akan menimbulkan ketikdapercayaan pada Pancasila itu sendiri dan pada kebijakan-kebijakan negara yang berkaitan dengan Pancasila semuanya memerlukan ketulusan, kejujuran, jiwa negarawan, wawasan yang luas dan semangat kebersaaman dalam mewujudkan Pancasila sebagai ideologi negara,” ucap Haedar.
Haedar tak ingin Panasila menjadi sesuatu yang sempit. Pancasila harus ditempatkan secara proporsoinal sebagai dasar dan ideologi negara.