LEMBATA , AKSI KATA. COM ₋ Inovasi dan kreasi barangkali menjadi motifasi agar seseorang bisa bertahan hidup. Bahkan karena minimnya job dibidang fotografi, akhirnya Yoriz Lamudaj, yang merupakan fotografer profesional memutuskan untuk mengambil kerja sambilan sebagai tenaga promosi untuk usaha pertanian madu di daerah Mingar, Kecamatan Nagahutung, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Diutarakannya, madu Mingar merupakan produk madu yang berasal dari lebah hutan yang berada di daerahnya. “Penghasilan dari jasa fotografi masih terbilang rendah, sehingga saya juga ikut bersama saudara saya menjual madu untuk tambahan penghasilan,” kata ayah dua anak ini.
Bahkan kemampuan dirinya dengan bisa memotret, akhirnya dimanfaatkannya pula untuk mengiklankan produk madunya, dengan harapan bisa menarik minat bagi calon pembeli, dan akhirnya Yoris membantu promosinya.
Didalam menjalani proses pengambilan madu dari sarang lebah di hutan-hutan, suami dari Rosa Dalima Remo ini mengaku sering menemui para petani madu membakar dan menjaga lilin dibawah pohon.
Atas hal membakar lilin di bawah pohon itu, ayah dari Sanza Alex Sarwun
dan Silver Marginalis Lure ini mengutarakan bahwa hal itu merupakan kearifan lokal, dan itu dikerjakan jika ada gangguan di lapangan, seperti lebah tidak mau menyingkir dari sarang.
“Kalau dari penjelasan ipar saya sendiri menyatakan, jika lebah tidak mau menyingkir, maka mereka akan melakukan ritual memasang lilin di bawah pohon, berdoa kepada leluhur, karena mereka menyakini semesta itu ada yang memiliki, dan itu sekedar permisi sesuai adat saja, pun tradisi lokal,” tambahnya.
Dahulu, media yang digunakan adalah dengan memakai buah jarak yang diberi kapas dan dibakar, tapi karena kesulitan mendapat buah jarak, akhirnya mereka memakai lilin. Intinya ini adalah Tradisi lokal yang dipercaya turun temurun.
Dijelaskan bahwa proses pengambilan madu dilakukan pada malam hari. Kenapa malam, karena memang nenek moyang kami dari dahulu seperti itu. Para petani madu di daerahnya, biasanya lebih banyak panen madunya pada malam hari, dan itu kepercayaan turun temurun. Sekalipun ada beberapa yang bisa dipanen siang.
“Setelah berdoa, baru membakar sabuk kelapa, yang dijadikan asap, kemudian mereka memotong setelah lebahnya disingkirkan,” paparnya.
Yoris pun menegaskan bahwa madu Mingar memiliki rasa yang berbeda dengan madu yang juga ada. “Rasanya berbeda, karena kami jauh dari lahan pertanian, yang diyakini ada insektisida dari lahan pertanian, sehingga madu Mingar itu murni karena lebah itu hanya mengambil sari bunga dari hutan,’ tuturnya
Sementara itu menjelaskan upaya promosinya, Yoris mengatakan bahwa tentang masih banyaknya UMKM di daerahnya yang belum memahami pentingnya promosi.
Padahal madu Mingar yang dihargai Rp 100 rubu per 600 ml itu sudah dijual ke beberapa tempat seperti Batam, bahkan ke beberapa daerah di Malaysia Timur.
“Paling jauh pernah ke jual ke Batam, karena orang kami banyak yang merantau ke sana, bahkan Malaysia Timur. Sekali mengirim 5 botol yang itu pun jika ada kerabat yang kebetulan pulang kampung, sebab jika menggunakan pengiriman resmi biaya mahal,” tambahnya.
Yoris Fotografer Yang Sering Lihat Orang Jaga Lilin
