BALI, AKSIKATA.COM – Beredarnya kabar adanya izin miras dari Presiden Jokowi, rupanya menarik perhatian sejumlah netizen di media sosial Twitter untuk berkomentar. Sebagian dari mereka tampak geram hingga bahkan menyeret nama FPI.
“Ini salah satu penyebabnya kenapa FPI dibubarin dan anggota dibantai serta dipenjarakan,” tulis akun @AbdulRa60750720, seperti dilihat Jumat (26/2).
“Ya gak heran kenapa FPI dan HTI dibubarin,” timpal akun @UAlla02.
“Pantes FPI dibubarin, yang kayak gini dan maksiat lain dikit lagi bejibun deh (emoji sedih),” ujar akun lainnya @ianalkes.
“Pantes aja FPI dimusuhi, karena rezim yang memang merusak generasi bangsa,” tuding akun @BabylonGate1.
Namun, ada pula beberapa netizen yang rupanya berusaha untuk berpikir lebih terbuka atas kabar disahkannya industri miras tersebut. Salah satunya, yaitu akun @MuhsinAhsin3.
“Negara Nasional Kebangsaan, dasar utamanya Ketuhanan Yang Maha Esa. Bulan Puasa ada RM (rumah makan) buka, ya tetap tertutup, gak vulgar. Yang puasa tetep puasa, yang ke RM (rumah makan) yang gak puasa. Alkohol sama, yang minum peminum. Yang gak minum, gak terganggu. Jualnya sama, terbatas, tertutup.”
Sebelumnya Gubernur Bali, Wayan Koster, baru-baru ini menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Joko Widodo atas pengesahan industri miras.
“Atas nama pemerintah dan krama (masyarakat) Bali, saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Presiden Joko Widodo, yang telah menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021,” ujar Koster di Gedung Gajah Jayasabha, Denpasar, pada hari Senin, (22/2) lalu seperti yang dilansir dari antaranews.
Wayan Koster menegaskan, bahwa sejumlah minuman tradisional beralkohol merupakan komoditi usaha yang legal untuk diproduksi dan dikembangkan.
Adapun minuman tersebut antara lain, yaitu arak Bali, brem Bali, dan tuak Bali. Hal tersebut merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
“Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang ditetapkan pada 2 Februari 2021 ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” lanjut Koster.
Koster turut mengatakan bahwa sebelumnya terdapat Perpres Nomor 39 Tahun 2014 yang menetapkan, perihal industri minuman beralkohol sebagai bidang usaha tertutup.
Namun, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 terdapat ketentuan yang mengubah Pasal 12 UU Penanaman Modal dengan menetapkan minuman beralkohol, bukan merupakan bidang usaha tertutup penanaman modal.
Pada Perpres Nomor 10 Tahun 2021 itu, ditetapkan bahwa bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat.
Selanjutnya, diterbitkannya Perpres tersebut turut memperkuat keberadaan Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
Menurut Koster, industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt sebagai bidang usaha terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali juga merupakan respons atas upaya Gubernur Bali melalui Surat Gubernur Bali Nomor 530/2520/Ind/Disdagperin, tertanggal 24 April 2019.
Surat tersebut berisi permohonan fasilitasi revisi, untuk pembinaan industri minuman beralkohol tradisional di Bali, guna meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan di Bali terkait Perpres Nomor 39 Tahun 2014.
“Terhadap permohonan Surat Gubernur Bali itu, Menteri Perindustrian RI melalui Dirjen Industri Agro merespons untuk memfasilitasi revisi Perpres Nomor 39 Tahun 2014 dan sambil menunggu perubahan Perpres mengusulkan pengaturan dalam produk hukum daerah guna menata minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali,” pungkas Koster.