JAKARTA, AKSIKATA.COM – Tim Subdit 3 Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya berhasil membongkar praktik aborsi yang terjadi di klinik Dr SWS SpOG, Jalan Raden Saleh I, Kenari, Senen, Jakarta Pusat. Polisi pun menangkap 17 orang yang dijadikan tersangka praktek aborsi itu.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat mengungkapkan, klinik itu total telah mengugurkan kandungan sebanyak 2.638 pasien terhitung dari Januari 2019 sampai dengan 10 April 2020. Dalam sehari, klinik ini melayani sebanyak 5 hingga 7 pasien yang menggugurkan kandungan.
Ke 17 tersangka itu berinisial, yakni SS, SWS, TWP, EM, AK, SMK, W, J, M, S, WL, AR, MK, WS, CCS, HR, dan LH. Mereka memiliki peranan masing-masing. Dari 17 tersangka itu, 6 orang dari tenaga medis yang terdiri dari 3 orang dokter, 1 bidan dan 2 orang perawat.
Kemudian 4 tersangka merupakan pengelola yang bertugas negosiasi, menerima dan juga mengurusi pembagian uang. Kemudian, 4 tersangka lainnya bertugas menjemput pasien, membersihkan janin, pembeli obat hingga menjadi calo. Sedangkan tiga tersangka lain merupakan pelaku yang melakukan aborsi di tempat tersebut. “Total ada 17 tersangka yang kita amankan,” kata Tubagus.
Menurut Tubagus, para tersangka ditangkap di tempat terpisah sejak penyidik menggelar penyidikan pada 3 Agustus 2020 lalu. Kasus pembongkaran aborsi ilegal ini terkait erat dengan kasus pembunuhan pengusaha roti asal Taiwan Hsu Ming Hu (52) di Bekasi.
Tubagus saat merilis kasus ini, Selasa (18/8/2020) menyebutkan, Sari, sekretaris Hsu Ming Hu, si pelaku pembunuhan pernah melakukan aborsi di klinik tersebut. Dia menggugurkan kandungan merupakan hasil hubungan intim dengan Hsu Ming Hu.
Dalam penangkapan itu, Polisi menyita sejumlah peralatan medis yang digunakan untuk praktik aborsi pasien, obat-obatan hingga uang tunai Rp 81 juta yang merupakan uang pasien dan uang tunai Rp 49 juta uang obat.
Para Tersangka dikenakan Pasal 299 KUHP dan atau Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 349 KUHP dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A jo Pasal 45A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.