JAKARTA, AKSIKATA.COM – Transformasi digital membuka peluang besar bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK), seperti memperluas inklusi keuangan dan meningkatkan efisiensi. Namun, ancaman siber seperti pencurian data dan serangan ransomware menjadi isu serius yang membutuhkan pendekatan strategis dan kolaboratif.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional Satu Jabodebek dan Banten Roberto Akyuwen menyebutkan, dalam menghadapi tantangan ini, literasi mengenai keamanan siber menjadi sangat penting. Apalagi serangan siber, khususnya di industri perbankan semakin kompleks dan sulit dideteksi.
Menurut dia, salah satu sasaran dari serangan siber perbankan saat ini, yakni pada rantai suplai (supply chain attacks). “Penyedia regulasi memiliki peran penting dalam menghadapi ancaman siber serta ragam strategi taktis dalam menghadapi tantangan keamanan siber,” katanya saat menjadi dosen tamu bertajuk “Tantangan Cybersecurity menuju Indonesia Emas 2045” di Indonesia Banking School, Jakarta, Selasa, (10/12/2024).
Roberto mengungkapkan, dalam melawan serangan siber, ada konsekuensi yang harus ditanggung perbankan. Pasalnya, serangan siber di sektor keuangan hampir tiga kali lebih banyak dibandingkan industri lainnya. “Ada tren keamanan siber untuk menggambarkan tentang konsekuensi yang harus ditanggung oleh suata lembaga jasa keuangan khususnya bank ketika berhadapan dengan serangan siber,” ucapnya.
Sementara Dima Djani, Komisaris Utama Hijra Bank, sebagai perwakilan dari pelaku industri memaparkan beberapa contoh menarik mengenai keamanan siber yang dihadapi oleh lembaga jasa keuangan. Dia pun memberikan strategi menghadapi ancaman keamanan siber di lembaga keuangan.
“Diperlukan penguatan internal lembaga keuangan yang terencana dengan baik untuk menciptakan kekuatan internal, baik itu SDM hingga sistem,” katanya.
Ia menyebut, serangan siber pada LJK menargetkan data hingga keuangan. Sebab, data sangat rentan untuk dimanipulasi. “Serangan siber saat ini terus berkembang, dengan menciptakan industri serangan. Salah satunya dengan motif sakit hati dan kekerasan,” katanya. Karenanya, sambung dia,untuk mencegah siber bisa dengan teknologi, SDM serta kebudayaan penggunaan internet yang beradab dan beretika.
Hayu Prabowo, dosen tetap IBS yang memiliki pengalaman luas di sektor keuangan dan digital dan didaulat sebagai moderator mengatakan, tantangan keamanan siber yang kompleks mengharuskan kolaborasi intensif antara regulator, industri, dan akademisi untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan berdaya saing.
“Kami berharap seminar ini dapat meningkatkan kesadaran dan menciptakan sinergi dalam menghadapi tantangan transformasi digital,” ucapnya.
Menurut dia, sebagai institusi pendidikan dengan akreditasi “Unggul” di semua program studi, IBS terus berkomitmen mempersiapkan generasi muda yang kompeten di bidang keuangan, bisnis, dan teknologi digital. Seminar ini merupakan langkah nyata IBS serta sinergi berbagai pihak dalam mendukung transformasi digital yang berkelanjutan dan aman, selaras dengan visi besar Indonesia Emas 2045.
“IBS percaya bahwa upaya kolektif ini akan mendorong keberlanjutan sektor keuangan sekaligus memperkuat posisi Indonesia di kancah global,” tandasnya.