JAKARTA, AKSI KATA. COM – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan
kinerja 56 perusahaan asuransi jiwa untuk periode Januari hingga Juni 2024. Industri
asuransi jiwa mencatatkan hasil positif dengan peningkatan
pendapatan premi mencapai Rp 88,49 triliun, tumbuh sebesar 2,6% dibandingkan
dengan capaian Semester I – 2023 sebesar Rp86,24 triliun.
Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, menjelaskan, peningkatan
total pendapatan premi asuransi jiwa didorong
oleh kinerja optimal dari seluruh kanal distribusi perusahaan.
“Sepanjang Januari hingga Juni 2024, total pendapatan industri mencapai Rp105,25
triliun. Pendapatan premi memberikan kontribusi positif terhadap total pendapatan
keseluruhan. Pada Semester I – 2024 ini, industri asuransi jiwa mencatatkan total
pendapatan premi sebesar Rp88,49 triliun, naik 2,6% dari Semester 1 tahun 2023,”
ujar Budi di Jakarta, Rabu,(28/8).
Ia mengungkapkan, peningkatan ini terjadi karena seluruh kanal distribusi mencatatkan hasil optimal.
Pendapatan premi tertinggi berasal dari kanal distribusi bancassurance, yang
mencatatkan pendapatan premi sebesar Rp36,92 triliun, naik 13% dibandingkan
dengan periode yang sama tahun 2023. Kanal keagenan mencatatkan pendapatan
premi sebesar Rp27,94 triliun, meningkat 3,4%. Kanal distribusi alternatif juga
mengalami peningkatan signifikan sebesar 38%, dengan total perolehan sebesar
Rp23,64 triliun.
Di sisi lain, total tertanggung industri asuransi jiwa juga meningkat sebesar 28,4%
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, mencapai 113,68 juta orang.
Total tertanggung terdiri atas tertanggung perorangan sebanyak 18,61 juta orang
dan tertanggung kumpulan yang tumbuh 54,9% menjadi 95,07 juta orang.
Peningkatan ini mencerminkan pertumbuhan kuat dan kepercayaan yang terus
meningkat dari berbagai perusahaan dan organisasi terhadap produk asuransi jiwa
kumpulan.
Sementara itu, total aset industri asuransi jiwa tercatat tumbuh 0,3% menjadi sebesar
Rp616,91 triliun.
“Pertumbuhan ini menunjukkan stabilitas industri asuransi jiwa di tengah berbagai
tantangan ekonomi. Pertumbuhan aset yang konsisten mencerminkan kepercayaan
yang terus meningkat dari para pemegang polis dan solidnya pengelolaan keuangan
di industri ini,” ungkap Budi.
Ketua Bidang Literasi & Perlindungan Konsumen
AAJI, Freddy Thamrin, menjelaskan pada periode Januari hingga Juni 2024,
industri asuransi jiwa berhasil membayarkan klaim sebesar Rp77,67 triliun. Angka
tersebut disalurkan kepada lebih dari 9,82 juta penerima manfaat asuransi jiwa.
Secara umum, total klaim yang dibayarkan oleh industri asuransi jiwa cenderung
menurun. Namun, tren ini berbanding terbalik dengan jumlah klaim kesehatan yang
terus meningkat pada Semester I -2024.
“Penurunan total klaim didorong oleh turunnya klaim nilai tebus (surrender) dan
klaim meninggal dunia masing-masing sebesar 13,5% dan 5,1%. Sementara klaim
kesehatan menunjukkan peningkatan sebesar 26,0% atau menjadi sekitar Rp11,83
triliun,” ungkap Freddy.
Secara lebih rinci, klaim kesehatan perorangan menjadi salah satu komponen yang
peningkatannya cukup signifikan, di mana secara year-on-year naik sebesar 29,3%,
dengan total nilai mencapai Rp7,62 triliun. Sementara untuk klaim kesehatan
kumpulan, peningkatannya juga signifikan, yaitu sebesar 20,3% jika dibandingkan
dengan periode yang sama pada tahun 2023, menjadi Rp4,21 triliun.
“Peningkatan klaim kesehatan ini menyebabkan rasio klaim asuransi kesehatan
terhadap pendapatan premi untuk produk tersebut mencapai 105,7%. Artinya,
jumlah klaim yang dibayarkan oleh industri asuransi jiwa lebih besar daripada premi
yang diterima, yang menandakan adanya tekanan keuangan yang signifikan bagi
perusahaan asuransi,” ujar Freddy.
Sementara itu, Kepala Departemen R&D AAJI, Benny Hadiwibowo, menyatakan bahwa total
investasi industri asuransi jiwa hingga Juni 2024 tidak mengalami perubahan
signifikan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Stabilitas ini
mencerminkan daya tahan industri di tengah dinamika pasar dan fluktuasi ekonomi
global.
“Industri asuransi jiwa juga berperan dalam menjaga stabilitas pasar modal
Indonesia melalui penempatan investasi dalam bentuk saham sebesar Rp140,69
triliun, sukuk korporasi sebesar Rp46,62 triliun, dan reksadana sebesar Rp73,10
triliun. Kami mencatat adanya penurunan hasil investasi yang dipengaruhi oleh
volatilitas pasar saham, terutama penurunan IHSG. Meskipun demikian, kami tetap
berkomitmen mengelola portofolio investasi kami dengan hati-hati dan
menerapkan strategi yang efektif untuk memitigasi risiko,” ucap Benny.