AKSIKATA.COM, JAKARTA — Ketua Umum Yayasan Harapan Kita (YHK) dan Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan (YDGRK) memperingati hari jadi Yayasan Harapan Kita ke-51 dan Yayasan Dana Gotong Rotong Kemanusiaan ke-33, Jumat (23/8) di Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta Selatan.
“ Hari ini pada 51 tahun lalu, almarhumah ibu Tien Soeharto mendirikan Yayasan Harapan Kita (YHK) dan di hari ini pula, beliau mendirikan Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan (YDGRK), yang kini berusia 33 tahun,” kata wanita yang akrab disapa Mbak Tutut ini pada kata sambutannya.
Dua yayasan sosial ini menjadi penanda dan jejak pengabdian almarhumah ibu Tien Soeharto kepada masyarakat. Menurut Mba Tutut, pada awal pendirian Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Ibu Tien melaksanakan keinginan terpendamnya, yaitu berbagi kasih sayang dan perhatian nyata kepada keluarga-keluarga Indonesia yang begitu merana karena tertimpa bencana.
Ia mengatakan, ada kedalaman rasa dari almarhumah Ibu Tien. “ Keinginan yang sangat kuat untuk menemani dan menyantuni, turut merasakan duka dan penderitaan sesama, segera dan seketika dapat dilaksanakan berkat bantuan dan dana yang terkumpul berkat kedermawanan masyarakat dan para pengusaha,” katanya.
Kesetiakawanan sosial selama 33 tahun diantarkan oleh seluruh Pengurus Yayasan Dana Kemanusiaan Gotong Royong Siti Hartinah Soeharto. Begitu bencana alam terjadi, mereka terdepan berada di lapangan dengan Ibu Negara memegang langsung komandonya.
Ibu Tien, mempercayakan pengabdian ini turut dilaksanakan oleh putra-putri dan menantunya. Mereka membawakan berbagai keperluan yang sangat dibutuhkan para korban musibah alam seperti angin ribut atau puting beliung, gempa-gempa tektonik yang menelan rumah-rumah warga dan jalan-jalan raya, gunung meletus, banjir bandang, gelombang pasang, tsunami, tanah longsor, kebakaran, juga para korban kemarau panjang.
Kiprah yayasan pun berskala internasional dengan pemberian santunan untuk korban musibah di Saudi Arabia, korban perang Teluk Persia, dan lainnya. Ibu Tien sendiri seringkali mengantarkan langsung kebutuhan mendasar perkotaan di daerah seperti gerobak sampah dan merehabilitasi banyak perkampungan kumuh.
Yayasan juga mengadakan berbagai pelatihan dan simulasi bencana untuk para relawan, mengukuhkan keberadaan mereka, kemudian menyerahkannya kepada pemerintah daerah setempat untuk bertugas di lokasi-lokasi bencana.
Kini, di bawah komando Mbak Tutut, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan tetap melanjutkan bakti sosialnya. Generasi ketiga keluarga Soeharto mengikuti jejak langkah kakek, ayah dan ibundanya. Seperti, Danty Rukmana, Eno Sigit, Gendis Trihatmojo.
Selama 33 tahun YDGRK telah menyalurkan bantuan sekitar Rp 64 miliar. Selama itu pula YDGRK telah menyalurkan bantuan di 1.099 lokasi bencana, pada 899 kejadian bencana di 34 Provinsi di Indonesia serta beberapa titik bencana dunia.
Lembaga ini hadir di mana rakyat menderita karena bencana. Seperti, tsunami di pesisir Banten dan Lampung, akhir tahun 2018 hingga awal 2019 lalu, Mbak Tutut langsung terlibat. Sedikitnya dalam dua kali kedatangan, timnya hadir di lokasi bukan hanya memberi bantuan, tapi juga memberi harapan sekaligus menegaskan masih kuatnya tali persaudaraan sebagai anak bangsa.
Mba Tutut menyatakan, jauh sebelum orang-orang membicarakan antropolog Marcell Maus, dengan teori ‘The Gift’ -nya, Ibu Tien telah lama percaya akan kekuatan tolong menolong. “Telah lama yakin bahwa semangat memberi akan menerangi kehidupan manusia yang menjalani laku tersebut,” ucapnya.
Ibu Tien, kata dia, saat itu melihat bahwa bencana seolah menjadi bagian dari takdir kehidupan manusia. Bila datang musim kemarau, maka potensi kekeringan segera membesar, membawa peluang terjadinya paceklik (minus) yang ujung-ujungnya meluas menjadi bencana kelaparan.
Di musim kemarau pula, angin yang kering dengan gampang membawa bara terbang, menyulut kebakaran lahan dan hutan. “Jika tidak dihadapi dengan keyakinan iman, seakan dengan gampang orang akan pasrah dan menyatakan bahwa memang manusia hidup ke dunia untuk menderita,” ujarnya.
“ Tekad beliau tegas, jangan pernah kita dikalahkan oleh penderitaan tanpa berupaya melawannya sekuat tenaga,” ungkap Siti Hardiyanti Rukmana kepada wartawan. Dengan modal awal Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) pada masa itu, yang disisihkan ibu Tien dan ibu Zaleha ibnu Sutowo, dari kas rumah tangga, mereka menggerakkan Yayasan Harapan Kita yang kini berusia 51 tahun.
Yayasan ini telah membangun Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita dan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, dan sebagainya. Juga membangun berbagai sarana kebudayaan, pendidikan hingga kesehatan seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Perpustakaan Nasional, hingga Taman Anggrek Indonesia Permai.
“Sejak awal berdirinya, Yayasan Harapan Kita menegaskan bahwa bagi yang ekonominya tidak mampu, meskipun mengalami gangguan jantung, tetap harus diselamatkan dengan mekanisme cross subsidi,” papar Mbak Tutut.
Sementara Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan (YDGRK) dalam rentang waktu 33 tahunnya telah menunjukkan berbagai pengabdian kepada warga negara yang terkena bencana.
“Semua itu kami lakukan melalui kerja sama luar biasa dengan semua pihak. Semua yang percaya bahwa kehidupan yang lebih baik, yang lebih sejahtera itu bisa kita raih bersama melalui tolong-menolong di antara kita,” jelasnya. Berbagai sumbangsih kedua yayasan ini pada gilirannya diharapkannya turut memberi kontribusi bagi kemajuan bangsa dan Negara Indonesia. (Evieta)