Vaksin Nusantara Gagasan dr Terawan Eks Menkes Terbit di Jurnal Resmi WHO

Siti Fadilah Supari mendapat suntikan vaksin nusantara dari dr Terawan Agus Putranto. (independensi)

 

JAKARTA, AKSIKATA.COM – Badan Kesehatan Dunia (WHO) meliris jurnal terkait Vaksin Nusantara gagasan dr Terawan Agus Putranto di situs resminya, clinicaltrials.gov, pada Jumat (20/8).

Jurnal yang diberi judul “Preventive Dendritic Cell Vaccine, AV-COVID-19, in Subjects Not Actively Infected With COVID-19” itu mengulas uji vaksin dari dendritik sel itu.

Dalam jurnal itu disebutkan, tahap kedua uji klinis double-blind untuk pengujian anti-SARS-CoV-2 COVID-19 vaksin (AV-COVID-19), dibuat menggunakan peralatan vaksinasi PT AIVITA Biomedika Indonesia untuk mencegah infeksi COVID-19.

“Produk ini merupakan vaksin pribadi spesifik subyek yang terdiri dari sel-sel dendritik autologus dan limfosit (dci) yang sebelumnya telah dierami dengan sejumlah protein sari-cov-2 (S-protein) yang terbukti aman dalam tahap 1 studi yang juga dilakukan di Indonesia,” tulis Jurnal itu dikutip Askara, Sabtu (21/8).

Dalam studi tahap 2 ini, keberhasilan uji klinis dinilai melalui respons sel-t-protein-spesifik yang ditingkatkan dengan membandingkan hasil sebelum dan setelah vaksinasi.

“Keselamatan dikonfirmasi melalui nilai laboratorium, pengamatan dan laporan pasien reguler,” ungkap jurnal itu.

Dalam studi tahap 2 ini, dosis tunggal vaksin AV-COVID-19 disuntikkan pada lengan (kiri atau kanan) untuk memfasilitasi pemeriksaan dan menghindari reaksi pasca-injeksi atau nyeri bahu lokal.

Penilaian pasca-injeksi dilakukan pada 1, 2, dan 4 minggu setelah vaksinasi, dengan tes keamanan di laboratorium yang dilakukan pada minggu 1 dan 4, dan hanya pada minggu 2 jika ada perubahan klinis yang signifikan pada skrining hingga minggu 1.

Pada setiap pemeriksaan, tempat suntikan dinilai, dan subjek diajukan tentang gejala, dan pada minggu 0 (dasar sebelum injeksi), 2 dan 4, darah dikeluarkan untuk pengujian imunogenicity.

Data reaksi di situs injeksi dan profil keselamatan diperoleh melalui telepon untuk subyek pada hari 1, 2, dan 3 setelah injeksi vaksin,” lanjut Jurnal itu.

Subyek yang disuntikkan kemudian ditanya secara khusus tentang reaksi injeksi lokal dan gejala-gejala yang mirip flu sistemik (demam, menggigil, nyeri otot, nyeri sendi) selama 7 hari setelah injeksi.

“Kejadian-kejadian buruk (AE) dikumpulkan selama 28 hari setelah injeksi. Evaluasi tes laboratorium untuk parameter keamanan klinis dilakukan pada skrining juga segera sebelum vaksinasi dan pada hari 7 dan 28 pasca-vaksinasi. Kejadian yang merugikan (SAE), kondisi medis baru-baru ini, dan peristiwa lainnya yang membutuhkan intervensi medis dicatat selama 2 bulan setelah vaksinasi,” tambahnya.

Terakhir disebutkan, perangkat pengaktifan vaksin dibuat oleh PT AIVITA Biomedika Indonesia. Semua vaksin dibuat di Indonesia di rumah sakit dan klinik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.