JAKARTA, AKSIKATA.COM – Negara yang tingkat korupsinya tinggi cenderung minim menganggarkan keuangannya untuk kesehatan. Sebaliknya negara yang kasus korupsinya minim, anggaran kesehatannya sangat besar.
Hal ini diungkap Transparancy International Indonesia (TII), yang memaparkan terdapat hubungan antara tingkat korupsi di sebuah negara dengan kemampuan negara itu menghadapi pandemi Covid-19.
“Negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, cenderung mengeluarkan uang lebih sedikit untuk kesehatan, hal tersebut berbanding terbalik dengan negara yang relatif bersih,” kata Manager Riset TII, Wawan Heru Suyatmiko dalam konferensi pers Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020 secara daring, Kamis, (28/1), seperti dikutip Tempo.
Menurut Wawan, kesimpulan itu didapatkan melalui analisis data di 180 negara tahun 2012 hingga 2017. TII, kata dia, mendapati bahwa korupsi telah menggeser alokasi anggaran publik yang esensial seperti kesehatan.
Adapun hasil penelitian TII memberikan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia melorot tiga poin pada 2020. Indonesia mendapatkan 37 poin dibanding pada 2019 yaitu 40. Peringkat Indonesia juga melorot pada posisi 102 dari 180 negara yang diriset oleh Transparancy International.
Wawan mengatakan korupsi juga berkontribusi pada kemunduran demokrasi selama masa pandemi Covid-19. Dia bilang negara dengan tingkat korupsi tinggi, merespon krisis dengan cara yang kurang demokratis.
“Negara yang relatif bersih dari korupsi, mereka sangat perhatian dan menaruh anggaran yang besar pada layanan publik esensial, salah satunya kesehatan,” kata dia.
Sebelumnya hal senada sudah pernah diucapkan pengamat ekonomi Faisal Basri, pemerintah Indonesia masih menomorduakan penanganan kesehatan masyarakat. Cara termudah melihatnya nampak dari alokasi anggaran kesehatan yang menurun pada tahun anggaran tahun depan.
“Sadarilah bahwa kita kikir terhadap anggaran kesehatan. Anggaran kesehatan hanya 3 persen dari PDB, cuma lebih tinggi dari Laos,” ujar Faisal dalam Diskusi Pakar Health Outlook 2021, Jumat (18/12).
Dibandingkan negara lain, kata Faisal, porsi anggaran kesehatan Myanmar sebesar 4,7 persen dari PDB, Filipina 4,4 persen, sementara Thailand 3,7 persen dari PDB, dan India 3,5 persen.
Di Indonesia, anggaran kesehatan tahun depan sebesar Rp 169 triliun, turun dari anggaran tahun 2020 sebesar Rp 212,5 triliun.
Mengutip Kontan.co.id, dikatakan Faisal, alokasi anggaran ini menunjukkan tidak ada komitmen pemerintah dalam menangani masalah kesehatan. Padahal, pandemi virus corona atau Covid-19 belum berakhir.
“Jadi kesehatan memang nomor dua, tidak ada komitmen,” kata Faisal.
Faisal lantas membandingkan kenaikan belanja infrastruktur yang naik dari Rp 281,1 triliun menjadi Rp 414 triliun. Angka ini dua kali lipat dari anggaran kesehatan.
Rendahnya anggaran kesehatan negara membebani kantong masyarakat. Sebab, kata Faisal, pengeluaran untuk kesehatan masyarakat menjadi tinggi. Di Indonesia, kata Faisal, pengeluaran masyarakat35 persen atau sekitar sepertiga dari total pengeluaranya.
Ia kemudian membandingkan pengeluaran masyarakat Indonesia dengan besaran pengeluaran warga Thailand yang masyarakatnya hanya perlu merogoh kocek untuk kesehatan setara 11 persen dari pengeluarannya.
Adapun penduduk Afrika Selatan, pengeluarakan kesehatan masyarakat hanya 7,8 persen dari pengeluaranya.
Dengan begitu, pendapatan masyarakat bisa dipakai untuk belanja lain-lain. “Jadi Indonesia sudah miskin, rakyatnya juga harus mengeluarkan lebih banyak untuk kesehatan,” kata dia.
Merujuk keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya, anggaran kesehatan tahun 2021 memang turun dibandingkan dengan anggaran tahun 2020.
Sebab, pada tahun 2020 ini, anggaran sebagian untuk belanja sekali jadi seperti peningkatan kapasitas rumah sakit hingga penyediaan tes swab. Proyeksinya, belanja kesehatan juga akan menurun.
Meski begitu, kata Ani panggilan karib bendahara negara ini, jumlahnya jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 yang hanya Rp 113,6 triliun.
Tahun depan, anggaran kesehatan adalah 6,2 persen dari APBN 2020, lebih tinggi dari kewajiban yang tercantum dalam UU Kesehatan yang diamanatkan 5 persen dari APBN.
Anggaran kesehahatan tahun 2021 tetap difokuskan untuk penanganan pandemi, termasuk program vaksinasi.