Proses Revisi UU Kehutanan Sudah Dianggap Tidak Terbuka Bagi Publik

JAKARTA-AKSIKATA.COM- Ketua dan seluruh anggota Panitia Kerja Undang-Undang Kehutanan diharapkan oleh seluruh masyarakat Republik ini untuk lebih terbuka dalam proses revisi dan penyelesaian Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan).
Semenjak dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2024-2029, proses konsultasi dianggap sudah tidak terbuka luas bagi masyarakat dan tidak cocok dengan prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation).

Juru bicara Koalisi dari Indonesia Parliamentary Center, Arif Adi Putro menjelaskan bahwa konsultasi revisi UU Kehutanan sudah 3 kali terselenggara, akan tetapi dua di antaranya diadakan secara tertutup.

“Publik tidak tahu apa yang dinegosiasikan Komisi IV dengan asosiasi pengusaha. Dokumen rancangan undang-undang pun tidak dibuka, sementara forum dengan masyarakat sipil sangat terbatas. Proses legislasi ini jauh dari prinsip keterbukaan,” jelas Arif, hari Senin (18/8).

Arif menambahkan bahwa Koalisi menolak UU Kehutanan disahkan secara mendadak tanpa partisipasi publik, sebab risikonya rakyat dan masyarakat adat bisa kehilangan kebun, rumah, dan hutan mereka yang secara sepihak diakui sebagai kawasan hutan negara.

Selain itu di dalam Perkumpulan HuMa, Rendi Oman Gara beranggapan bahwa problem struktural kehutanan masih melingkupi bangsa.
Hutan sebagai aset bersama malah dikuasai negara dan swasta melalui lembaga-lembaga yang menguasai pohon dan tenaga kerja.
Problem agraria ini melanda mulai jaman kolonial dan terus berlanjut sampai sekarang.

“Penjajahan atas rakyat bermula ketika kolonial merebut hutan sebagai sumber agraria untuk dieksploitasi, dengan menetapkan hutan sepenuhnya milik negara,” ucap Rendy.

“Model penjajahan ini masih terlihat saat negara sepihak mengklaim kawasan hutan sebagai milik negara. Padahal, Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa hak menguasai negara hanyalah mandat dari rakyat, sehingga Hak Menguasai Negara tidak boleh lebih tinggi dari hak bangsa,” ungkap Rendi. (dps)

Foto : kumparan