SURABAYA, AKSIKATA.COM – Ramainya tayangan tentang penampakan mahluk astral ditanggapi oleh fotgrafer senior Indonesia. Adalah Dr. Yulius Widi Nugroho, S.Sn, M.Si. yang merupakan Dosen DKV (Desain Komunikasi Visual) di ISTTS (Institut Sains dan Teknologi Terpadu Surabaya).
“Saya siap menerima tantang memotret sosok yang dianggap “Hantu” oleh sebagian masyarakat Indonesia. Fotografi itu merekam teknis dengan tekhnis cahaya. Kalaupun banyak yang terekam, itu barangkali Orbs, dan Orbs itu bisa jadi debu yang terekam, atau hewan kecil yang secara kebetulan tiba-tiba muncul dari berbagai kondisi pada saat pemotretan,” ungkapnya ketika dihubungi aksikata via telepon.
Selain Orbs, bisa jadi yang terekam adalah Pareidolia yang merupakan persepsi visual, semisalnya pada binatang atau batu yang membentuk dan menyerupai sosok. Tapi hal tersebut karena persepsi visual terhadap keyakinan masing-masing person.
Lebih jauh, Pareidolia adalah fenomena psikologis di mana seseorang melihat pola atau bentuk yang dikenali (biasanya wajah) pada benda-benda mati atau tidak jelas. Fenomena ini terjadi karena otak cenderung mencari pola dan makna dalam stimulus yang tidak jelas, seperti awan, buih kopi, atau tekstur batu.
Sementara kepada “aktivis perekam Hantu”, Yulius menyatakan sah-sah saja jika dipandang dari segmentasi hiburan. “Apalagi dari sisi lain kalau untuk keperluan hiburan toh bisa diseting. Tapi kalau berangkat dari konsep yang mengaku jurnalis saya rasa mereka butuh eksistensi,” tegasnya.
Atau sekalipun bisa terekam, Yulius mengatakan ada software yang dipasang pada saat live. Namun secara jurnalistik sepertinya sulit dipercaya.
“Namun begitu, saya tidak pernah melarang mereka yang terus ingin membuktikan pemotretan hantu itu adalah fakta menurut mereka yang percaya. Yang penting pegangannya adalah ilmiah, dan keilmuan dalam fotografi itu sendiri,” tegasnya lagi.
Namun begitu menurutnya, peluang memotret mahluk astral itu mungkin ada, dengan cara menggunakan teknologi infra red atau menggunakan lensa mata kucing yang sering digunakan oleh kepentingan militer.
“Dan itu dapat memperlebar kemungkinan untuk memotret hal-hal diluar jangkauan mata manusia, seperti “hantu”. Nah, yang utamakan hasil yang bicara, asli atau rekayasa,” tambahnya.
Namun begitu, Yulius tetap akan berpatokan pada faktor ilmiah, “dan hantu itu tidak masuk ilmiah, kalau toh ada kasat indrawi itu belum pernah di alaminya, karena itu dia tertantang untuk membuktikannya secara ilmiah, dan bukan berangkat dari sekedar keyakinan, karena fotografer harus mengiktui hal yang ilmiah, dan keyakinan itu bukan ilmiah.
Baginya, selama hantu itu bukan ilmiah, maka Yulius yakin Hantu tidak bisa direkam. “Apalagi, yang berkembang di masayarakat itu adalah isyunya tapi bukan fakta hantu itu ada, dan kerap katanya-katanya, meskipun saya tetap menerima tantangan memotret “hantu”, apalagi jika ada tekhnologi fotografi yang mampu menjembatani tantangan saya tersebut,” demikian Yulius Widi Nugroho. (Foto Dokumen Pribadi)
Yulius Tertantang Memotret Hantu
