SERPONG, AKSI KATA. CPM – Bangun dari tidur suri, barangkali menjadi sebuah perjalanan cambuk bahwa bersyukur adalah jawaban dari semua kisah hidup seorang Ardian Cholid.
Bahkan kata tersebut pun mulai disadarinya ketika dirinya hanya sinar kecil dari banyak sinar yang diciptakan Tuhan.
Ardian yang awalnya mengawali karir di sebuah statisun televisi swsta, akhirnya “diapaksa” hengkang oleh keadaan yang sesungguhnya dia bahkan keluarganya tidak inginkan.
“Tapi ternyata ini adalah jalan Allah buat saya, dan saya akhrinay bertemu dengankata bersyukur,” ujar lelaki yang kini sibuk usaha kuliner Pecel Madiun di bilangan Serpong, Tangerang, Banten.
Nikmat Mana Yang Kau Dustakan, adalah balutan lirik dan nada paduan diatonis dan pentatonis, yang jika salah mengembangkan maka cenderung terdengar dominan ke “arab-arab -an”. Tapi sekali lagi, Ardian mampu menstimulasi nada-nada beda itu menjadi ramuan yang chord tidak tertebak telinga.
Bahkan lagu ini tidak berdiri sendiri dalam kebiasaaan romantisme musik religi Ramadhan, karena bersama timnya, Ardian mampu menuangkan nuansa musik ke Indonesiaan, meski upaya mencoba mengharmonisasinya rada butuh kemampuan yang lumayan rumit. Dan sitiulah musikalitas indigo Ardian yang mengaku pernah mati suri dipadukan oleh keinginannya bermain nada bahkan lagu.
Dirinya tak ingin tampil menasehati atau menceramahi siapapun pendengarnya. Tapi suka atau tiudak suka dirinya mengaku jika lagu “Nikmat Mana Yang Kau Dustakan” karya Ardian Cholid terinspirasi oleh salah satu surat yang sangat indah dalam Al-Qur’an, “Fabiayyi ala irobbikuma tukadziban” adalah ayat dalam Al-Qur’an, Surat Ar-Rahman, yang artinya “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan”. Ayat ini diulang sebanyak 31 kali.
Dalam setiap baitnya, lagu ini mengajak untuk merenung: “Nikmat mana yang kau dustakan?” sebuah pertanyaan yang menggugah kesadaran tentang sejauh mana manusia menghargai segala pemberian-Nya.
Melalui musik yang lembut namun menghentak, Ardian Cholid membawa pendengar untuk meresapi setiap kata dalam liriknya. Sebuah refleksi akan betapa kecilnya diri kita di hadapan kebesaran-Nya.
Menterjemahkan Musikalitas Indigo Seorang Ardian Cholid
