JAKARTA, AKSIKATA.COM – Rencana menikahi korban perkosaan yang dilakukan tersangka anak anggota DPRD ditentang The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Tindakan tersangka sudah masuk kategori tindak pidana dan menikah dinilai ICJR bukan solusi yang tepat.
“Ide menikahkan korban dengan dalih menghindari dosa apalagi untuk meringankan hukuman jelas tidak dapat dibenarkan. Pelaku telah melakukan tindak pidana, yang merupakan urusan hukum publik, bukan ranah kekeluargaan atau keperdataan,” tulis ICJR dalam keterangan tertulis, Jumat (28/5).
ICJR meminta pihak kepolisian menelaah secara kritis soal permintaan penasihat hukum yang ingin menikahkan tersangka dengan korban. Pasalnya, hubungan seksual antara orang dewasa dengan anak-anak harus dikategorikan sebagai tindak pidana. Sekalipun ada narasi perbuatan itu dilakukan atas dasar suka sama suka. ICR mengutip Pasal 81 Perpu 1 tahun 2016 jo Pasal 76D UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Perbuatan melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain juga dinyatakan sebagai tindak pidana, Dikarenakan korban berusia anak, maka tidak ada konsep persetujuan murni orang dibawah usia 18 tahun untuk melakukan hubungan seksual,” terang dia.
Selain itu, jalan menikahkan anak korban dengan pelaku kekerasan seksual dalam hal ini perkosaan selain tidak sejalan dengan prinsip perlindungan hak anak juga bertentangan dengan komitmen pencegahan perkawinan anak. Sebagaimana pada Pasal 26 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Telah secara jelas menyatakan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan anak,” ucap dia.
Dalam UU ini juga telah dinyatakan bahwa anak korban kejahatan seksual memerlukan perlindungan khusus yang terdiri dari upaya edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai kesusilaan, rehabilitasi sosial, pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan, dan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan.
“Menikahkan korban dan pelaku dengan konsekuensi korban harus terus hidup bersama orang yang melakukan kekerasan terhadapnya jelas bukan merupakan pemulihan,” ucapnya.
Untuk itu ICJR mengingatkan pada aparat penegak hukum yang menangani kasus ini menggunakan perspektif korban dan anak.
“Penyidik harus peka dengan orientasi tetap pada anak korban, bukan semata-mata narasi penyelesaian perkara dengan pernikahan yang dapat berdampak buruk pada anak,” tandas dia.
Sebelumnya, Polres Bekasi Kota telah menetapkan AT sebagai tersangka kasus pemerkosaan terhadap seorang anak di bawah umur.
Dalam perjalanan kasus ini, anak anggota DPRD Kota Bekasi berinisial AT (21) kemudian menyatakan bersedia menikahi korban yang masih berusia 15 tahun tersebut.