JAKARTA, AKSIKATA.COM –Nama Ida Dewa Agung Istri Kanya di Pulau Dewata sangatlah populer. Dia adalah sosok penting yang mengalahkan pasukan Belanda saat perang Puputan Kusamba pada tahun 1849 silam. Hingga tentara Belanda menjulukinya sebagai “wanita besi”.
Mengutip buku Sejarah Klungkung Dari Smarapura ke Puputan disebutkan bahwa Ida Dewa Agung Istri Kanya merupakan putri dari Ida I Dewa Agung Putra yang dikenal juga dengan nama Ida I Dewa Agung Putra Kusamba, bangsawan asal Klungkung.
Meski terlahir sebagai seorang wanita, Dewa Agung Istri Kanya diberi kepercayaan untuk memegang tampuk kepemimpinan Kerajaan Klungkung. Dia memimpin Klungkung pada tahun 1814 sampai dengan 1850. Karena tidak pernah menikah, dia juga juga dikenal sebagai Ratu Perawan Klungkung.
Pada tahun 1849, pertempuran di Bali terjadi, di awali Perang Jagaraga yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik. Satu persatu daerah d Bali terkuasai Belanda. Dari Buleleng, lalu Karangasem. Belanda kemudian melirik Kerajaan Klungkung.
Apalagi Klungkung dianggap melanggar isi dari perjanjian tertanggal 24 Mei 1843. Kerajaan Klungkung mempertahankan Benteng Kusamba. Kemarahan Belanda bertambah, karena ternyata Klungkung telah membantu Buleleng melawan Belanda pada Perang Jagaraga.
Di luar dugaan Belanda, tak mudah menaklukan Klungkung. Ida Dewa Agung Istri Kanya angkat senjata memimpin rakyatnya melawan Belanda. Pada 24 mei 1849 Perang menegangkan pun pecah di Pura Goa Lawah. Namun, karena jumlah pasukan dan persenjataan yang tidak berimbang, laskar Klungkung pun bisa dipukul mundur ke Kusamba.
Laskar Klungkung mundur ke arah barat dengan membakar desa-desa yang berbatasan dengan Kusamba untuk mencegah serbuan tentara Belanda ke Puri Klungkung. Jatuhnya Kusamba membuat geram Dewa Agung Istri Kanya. Malam itu diputuskan untuk menyerang Kusamba 25 Mei 1849 dini hari. Tentara Belanda yang membangun perkemahan di Puri Kusamba tak mengira serangan itu.
Serangan itu berhasil menewaskan Mayor Jenderal A.V. Michiels, seorang perwira Militer belanda yang berhasil memadamkankan dua perang besar yakni Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro sertaPerang Padri yang digagas Tuanku Imam Bondjol di Minangkabau.
Kematian Mayor Jenderal AV Michiels dalam pertempuran tersebut membuat moril pasukan Belanda seketika runtuh, sehingga mereka menarik diri dari Klungkung. Namun, Belanda tetap dirasuki dendam kesumat. Belanda pun berniat kembali merebut Kembali Kusamba lewat operasi militer yang dipimpin oleh van Swieten pada 10 Juni 1849.
Van Swieten ingin menaklukan Kerajaan Klungkung tempat Ida I Dewa Agung Istri Kanya bermukim. Namun niat itu diurungkannya setelah mendapat saran dari Mads Lange, karena Klungkung dipenuhi 16 ribu laskar pejuang Tabanan dan Badung.
Selain memegang tampuk pemerintahan, Ida I Dewa Agung Istri Kanya mengisi waktu sebagai sastrawan dengan menggubah dan membuat kidung-kidung. Karya-karyanya yang terkenal antara lain: Pralambang Bhasa Wewatekan dan Kidung Padem Warak, yang mengisahkan peristiwa-peristiwa yang paling mengesankan dalam hidupnya
Dewa Agung Istri Kanya meninggal pada tahun 1871 karena usia senja. Keharuman namanya bakal terus diingat sejarah dalam menjaga kedaulatan Kerajaan Klungkung. Sosoknya diabadikan dalam bentuk patun yang diletakan di perempatan Jalan By Pass IB Mantra, wilayah Tihingadi, Kecamatan Dawan, Klungkung.
Tak hanya itu saja, musisi Dewa Budjana bersama Heny Janawati, penyanyi opera asal Nusa Penida membuatkan lagu sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap perjuangan Ida Dewa Agung Istri Kanya melawan Belanda dalam perang Kusamba.