Oleh: Dr. Mochamad Wahyudi, MM, M.Kom, M.Pd.
Wabah COVID-19 telah memunculkan beragam kepanikan, salah satunya di ranah pendidikan tinggi. Terlebih setelah pemerintah pusat secara beruntun menyikapinya dengan bermacam tindakan seperti menetapkan status siaga, darurat bencana, bencana non-alam, perpanjangan status darurat bencana hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Semenjak saat itu diberlakukanlah upaya pencegahan COVID-19 berupa pengaturan jarak sosial dan fisik (Social & physical Distancing) di berbagai lini kehidupan. Kebijakan ini didasari dengan jumlah korban yang semakin hari terus bertambah dan sebaran virusnya semakin sulit dikendalikan di seluruh penjuru Indonesia.
Melalui Surat Edaran Mendikbud RI No 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan COVID-19 pada satuan Pendidikan, semua pendidikan tinggi di Indonesia, tidak terkecuali Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) mengambil langkah tegas atas himbauan pemerintah untuk melakukan aktivitas belajar dari rumah.
Segala aktivitas akademik yang biasa dilakukan di kampus, saat masa pandemi ini harus dilakukan dari rumah. Tidak hanya mahasiswa, dosen dan tendik pun terpaksa dirumahkan demi pencegahan dan percepatan penurunan wabah COVID-19. Kebijakan dan fenomena pandemi yang dampaknya luar biasa dan terjadi begitu cepat telah memaksa dunia pendidikan tinggi mengubah pola kerja pelayanan dari konvensional menjadi pelayanan berbasis daring (online).
Salah satu pendidikan tinggi percontohan di Indonesia yang sudah menerapkan teknologi system blended learning sebelum wabah COVID-19 ini adalah Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI). Wajar apabila kebijakan pemerintah yang meminta semua aktivitas belajar mengajar dilakukan di rumah selama pandemi Covid-19. Aturan ini tidak begitu mengejutkan bagi UBSI mengingat infrastruktur teknologi dan SDM-nya sudah disiapkan walalupun sistem pembelajaran yang selama ini diterapkan belum 100% online.
Blended learning atau disebut hybrid courses merupakan proses pembelajaran yang memadukan antara pembelajaran secara online dan tatap muka antara dosen dan mahasiswa. Dalam masa darurat bencana COVID-19, UBSI memberlakukan metode pembelajaran full online untuk seluruh mata kuliah dengan memanfaatkan LMS (Learning Management System), dimana mahasiswa dapat mengakses materi perkuliahan, discussion board melalui forum diskusi, chatroom, serta mengakses tugas kuliah yang diberikan dosen.
Dosen pun dipacu untuk lebih kreatif dalam memberikan materi pembelajaran secara online yakni dengan membuat video pembelajaran dalam bentuk tutorial yang diupload di Youtube, memaksimalkan penggunaan Google Classroom, Whatsaap Group dan aplikasi video conferencing seperti Zoom, Skype, Hangouts maupun Webex. Kunci dari semuanya itu adalah komunikasi, dimana dosen harus tetap memperhatikan perkembangan anak didiknya yakni dengan memastikan hak memperoleh pendidikan tetap berjalan meskipun via perantara teknologi.
Tidak bisa dipungkiri penggunaan teknologi dari sistem pembelajaran daring di masa pandemi COVID-19 ini tentunya memiliki sisi positif maupun negatif. Sisi positif dari pembelajaran daring salah satunya membuka kebebasan ekspresi dari ide-ide mahasiswa yang tidak muncul ketika perkuliahan tatap muka karena rasa malu, segan, takut atau bahkan belum memiliki kemampuan verbal yang baik. Selain itu, pembelajaran daring juga dapat membantu mahasiswa yang tinggal di daerah terpencil yang kesulitan akses menuju kampus maupun berbenturan waktu terutama mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.
Meniadakan pola pengajaran tradisional yang ‘top and down’ dimana dosen tahu segalanya dan mahasiswa diharuskan hanya mengikuti apa kata dosen. Meningkatkan kreativitas dan kemandirian antara dosen dan mahasiswa dalam memperkaya dirinya dengan terus berinovasi untuk selalu mencari pengetahuan baru.
Sementara sisi negatif dari sistem pembelajaran daring salah satunya adalah tidak semua mahasiswa memiliki tingkat kepahaman yang sama. Bagi mahasiswa yang rajin dan mudah menyerap informasi maka cara belajar daring akan dengan mudah diserap, namun bagi yang kurang pasti akan kesulitan tidak hanya waktu menyerap perkuliahan berbasis daring yang disampaikan dosennya tetapi juga kemampuan beradaptasi dengan aplikasi teknologi yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM).
Fakta di lapangan, kewajiban belajar di rumah menjadi kendala serius khususnya mahasiswa dari kalangan yang kurang beruntung secara ekonomi sering mengeluhkan habisnya paket kuota internet. Selain itu, teknologi bisa membangun sikap instan dari penggunanya.
Dosen maupun mahasiswa bisa saja dimanjakan dengan mudahnya melakukan copy-paste dengan materi pembelajaran atau tugas-tugas perkuliahan. Namun demikian secara pelan-pelan hilangnya pertemuan fisik karena perkuliahan yang disampaikan via daring akan berdampak pada hilangnya rasa kemanusiaan seperti rasa empati dan kepedulian. Sudah menjadi hal yang jamak dan diterima akal sehat jika ada yang mengatakan kehadiran pendidik atau dosen di depan kelas tidak akan bisa digantikan oleh teknologi.
Melihat potret dunia pendidikan di tengah pandemi COVID-19 ini siap atau tidak, telah membuka mata publik khususnya pendidikan tinggi untuk bekerja keras, berpikir kreatif dan adaptif dengan mengubah model kegiatan belajar mengajar yang semula berbasis konvensional menjadi pembelajaran berbasis e-learning. Pandemi COVID-19 ini adalah momentum bagi dunia pendidikan untuk membuat terobosan baru, keluar dari paradigma normatif dunia nyata ke dunia maya dengan memanfaatkan teknologi dalam setiap kegiatan proses belajar mengajar (KBM) dan pelayanan non-akademik lainnya.
Bukan tidak mungkin lembaga pendidikan yang masih bertahan dengan model pembelajaran tradisional akan ditinggal masyarakat, tersapu oleh badai virus COVID-19 yang sangat ganas ini. Kita semua berharap musibah akan segera berlalu dan aktivitas pendidikan serta sektor lainnya dapat segera pulih kembali. Aamiin.
**Penulis, Rektor Universitas Bina Sarana Informatika