JAKARTA, AKSIKATA.COM – Indonesia Police Watch (IPW) berharap Panitia Seleksi (Pansel) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap bekerja serius untuk menuntaskan target kerjanya, yang pada 2 September 2019 nanti akan menyerahkan 10 nama Calon Pimpinan (Capim) KPK ke Presiden. IPW juga berharap, Presiden tidak perlu mendengarkan, apalagi menanggapi cara-cara komunis yang dilakukan oleh oknum Wadah Pegawai (WP) KPK and the Gang untuk menggagalkan kerja Pansel.
Demikian dikatakan Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (30/8/2019). Menurut dia, oOknum WP KPK and the Gang telah menggunakan cara- cara komunis yang menghalalkan berbagai cara untuk menolak hasil kerja Pansel KPK, yang akan melahirkan capim baru lembaga anti rasuha itu. “Cara-cara komunis yang dilakukan oknum-oknum tersebut tidak boleh ditolerir dan harus dilawan masyarakat,” ujarnya.
Neta menjelaskan, cara komunis yang dilakukan oknum WP KPK and the Gang itu terungkap dalam Surat Terbuka Pegawai KPK yang dikirim ke berbagai pihak, termasuk ke Pansel KPK. “Bahwa pada 29 Agustus 2019 pagi, ada sejumlah oknum WP KPK mengumpulkan sejumlah orang luar KPK di kantin KPK. Orang-orang itu mengatasnamakan dirinya sebagai Koalisi Kawal Capim KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang membawa-bawa keberadaan pegawai KPK, padahal karyawan KPJ sangat tidak setuju dengan tindakan mereka,” terang Neta.
Dalam pertemuan yang berlanjut di lobi KPK hingga pukul 20.00 itu, lanjut Neta, oknum-oknum tersebut mencatut 500 nama karyawan KPK untuk menolak Irjen Firli menjadi capim KPK dan oknum akan menggalang demo untuk menolak keberadaan capim dari Polri. Semua biaya konsumsi dll dalam pertemuan itu ditanggung oleh oknum WP KPK.
“Dari sini terlihat ada tiga penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oknum WP KPK itu. Pertama, melakukan persekongkolan jahat untuk mengkriminalisasi capim KPK dari Polri. Kedua, memperalat WP KPK untuk kepentingan kelompoknya. Ketiga, membiayai aksi politisasi untuk membenturkan karyawan KPK, Pansel dan Capim KPK, dengan cara-cara komunis yang menghalalkan berbagai cara,” papar Neta.
Jika, cara-cara komunis oknum WP KPK and the Gang ini ditolerir, yakni 500 karyawan KPK diseret- seret untuk menolak Capim KPK, bukan mustahil nantinya seluruh ASN dan karyawan BUMN bisa saja menolak para menteri yang sudah dipilih Presiden Jokowi untuk memegang sejumlah departemen. “Jika hal itu terjadi, kekacauan pun akan muncul dan kekacauan adalah target utama dari cara cara komunis yang menghalalkan berbagai cara untuk ambisi kelompoknya,” tegasnya.
Dikatakan Neta, oknum WP KPK itu lupa bahwa dirinya adalah pegawai negara yang dibiayai negara. Dalam sistem kepegawaian, pegawai negara atau pegawai pemerintahan, seorang ASN dilarang bermain main politik politikan yang bisa menghancurkan institusinya, apalagi bermain main politik dengan cara cara komunis yang menghalalkan berbagai cara. “Dari kasus oknum WP KPK and the Gang ini terlihat bahwa KPK saat ini semakin tidak terkendali dan semau gue. Sehingga ke depan perlu ada pimpinan KPK yang bisa menertibkan, mengendalikan, dan menciptakan paradigma baru KPK ke depan,” tutup Neta.