AKSIKATA.COM, Jakarta – Pemerintah mewacanakan penerapan UU Terorisme bagi penyebar berita bohong (hoaks). Namun gagasan itu menimbulkan polemik. Anggota DPR Anang Hermansyah turut menolak rencana tersebut. Apa alasannya?
Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah menolak rencana pemerintah menggunakan UU Terorisme untuk menangani hoaks dan fitnah di media sosial. Menurut dia, rencana tersebut berlebihan dan menunjukkan kegagapan pemerintah dalam menangani persoalan hoaks. “Saya kira pemerintah berlebihan kalau menggunakan instrumen UU Terorisme dalam menangani persoalan hoaks,” kata Anang di gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis lalu (28/3).
Menurut dia, instrumen yang dimiliki pemerintah seperti UU ITE termasuk Badan Siber Nasional (Basirnas) semestinya dapat dimaksimalkan untuk merespons persolan hoaks. Padahal, kata Anang telah banyak pihak yang didakwa melanggar UU ITE karena disebabkan penyebaran berita bohong. “Bukankah banyak pihak yang terdampak UU ITE karena penyebaran berita bohong?” cetus Anang.
Menurut Anang, semestinya sejak awal pemerintah telah memikirkan persoalan hoaks ini dengan membuat regulasi yang mengondisikan pengguna akun media sosial menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai salah satu syarat dalam pendaftaran setiap akun medsos. “Jadi setiap akun medsos berbasis data KTP. Nama dan alamat riil semua, bukan palsu,” kata Anang.
Musisi asal Jember ini menambahkan untuk memastikan data pribadi pengguna medsos dilindungi, pemerintah mewajibkan seluruh platform media sosial memiliki perwakilan di Tanah Air dan dipastikan data pribadi pengguna medsos terlindungi. “Data pribadi pengguna medsos wajib terlindungi,” tambah Anang.
Anang berkeyakinan penggunaan KTP sebagai salah satu syarat pendaftaran akun media sosial dapat meminimalisir penyalahgunaan media sosial sebagai ajang penyebaran berita haoks dan fitnah. “Bagaimana mau menyebar berita bohong dan fitnah, akun media sosial kita sesuai dengan data pribadi di KTP,” tandas Anang.
(Evieta)