JAKARTA, AKSIKATA.COM – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan langkah fantastis dalam sejarah yaitu melakukan penghapusan ganja dari daftar narkotika berbahaya. Hal tersebut kemudian mendapatkan respons dari para peneliti dan juga perusahaan farmasi.
Direktur eksekutif Veterans for Medical Cannabis Access (kelompok advokasi Amerika Serikat) Michael Krawitz, menjelaskan kebijakan PBB tersebut akan membawa perubahan dan dapat “membantu mengurangi penderitaan jutaan orang”.
Sebagaimana diketahui, olahan ganja efektif sebagai obat pereda nyeri dan terkait dengan legalisasi ganja untuk penggunaan medis dapat menguntungkan.
Sebuah perusahaan investasi dan jasa keuangan yang bernama Cowen, mentafsirkan industri CBD (cannabidiol, senyawa turunan ganja dalam industri medis) di Amerika Serikat akan bernilai USD16 miliar dolar AS di tahun 2025.
Kemudian, atas dorongan dan keputusan PBB tersebut dapat meningkatkan pasar ganja di dunia internasional. Kasus di Amerika Serikat, menurut Cowen—lantaran beberapa negara bagian melegalkan ganja—pendapatan akan ganja dapat meningkat menjadi lebih dari USD34 miliar di tahun 2025, menurut Cowen.
Maka tidak heran, jika sebelum voting dilakukan PBB harga saham-saham perusahaan ganja naik. Kendati demikian, yang ditunggu-tunggu adalah kebijakan beberapa negara di Asia dan Karibia yang masih konservatif terhadap ganja, termasuk Indonesia. Apakah akan dilegalkan?
Terkait legalisasi ganja, Direktur Pelaksana Perusahaan Konsultan Ganja Internasional, Jessica Steinberg menjelaskan. “Sesuatu seperti ini tidak berarti bahwa legalisasi akan terjadi di seluruh dunia,” namun “ini bisa menjadi momen yang menentukan,” bebernya.