JAKARTA, AKSIKATA.COM – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara total seperti pada April lalu.
Keputusan itu akan berlaku mulai Senin 14 September 2020. Seperti diketahui Gubernur DKI Jakarta akan menarik rem darurat dengan memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara total.
Sebelumnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan tiga kebijakan PSBB yang diberlakukan sejak 10 April 2020 sampai 23 April 2020 lalu, kemudian kembali memperpanjang PSBB selama 28 hari dari 23 April sampai 22 Mei 2020. Lalu pada fase ketiga, dimulai dari 22 Mei sampai 4 Juni 2020.
Namun Provinsi DKI Jakarta masih menduduki posisi pertama dalam jumlah penambahan kasus positif yang paling banyak secara nasional.
Berdasarkan data kasus pasien covid-19 dari Kementerian Kesehatan RI tanggal 9 September 2020 sampai dengan pukul 12.00 WIB, total jumlah penambahan kasus Positif di DKI mencapai 1.004 orang, Sehingga akumulasi kasus positif di DKI Jakarta sebanyak 49.397 kasus.
Jumlah kasus sembuh sebanyak 841 orang sehingga akumulasi kasus sembuh di DKI sampai hari ini ada sebanyak 37.224 orang.
Sementara itu jumlah kasus yang meninggal pada hari ini tercatat sebanyak 17 orang, sehingga total akumulasi kasus meninggal sampai tanggal 9 September ada sebanyak 1.334 kasus.
Masinton Pasaribu, anggota DPR RI dari Komisi XI, daerah pemilihan II DKI Jakarta mengatakan, ia mendapatkan banyak aspirasi dari warga Jakarta yang mempertanyakan, menyampaikan keberatan dan kekecewaan mereka kepada Gubernur DKI Jakarta yang memberlakukan kebijakan sepihak PSBB 14 September.
” Keputusan Gubernur DKI Jakarta memberlakukan kembali PSBB di Jakarta untuk fase yang keempat kali ini sangat meresahkan warga Jakarta, khususnya masyarakat kecil yang selama ini hidup dari sektor informal dan berpenghasilan pas-pasan. Serta anak-anak muda produktif dan kreatif,” papar Masinton.
Bahkan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang sedang berbenah dalam masa PSBB transisi ini merasa terhempas kembali dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta yang memberlakukan kembali PSBB fase keempat ini.
Penerapan PSBB fase keempat ini adalah kegagalan pemerintah provinsi DKI Jakarta melakukan langkah penanggulangan dan pencegahan efektif penyebaran virus Covid19 pada masa PSBB transisi.
Seharusnya pada masa PSBB transisi sejak bulan Juni hingga Agustus lalu Pemprov DKI Jakarta proaktif melakukan aksi nyata dengan penerapan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM) di wilayah pemukiman warga maupun pasar yang ditemukan klaster penyebaran virus Covid19.
Ia mengatakan, Gubernur DKI Jakarta dapat meniru Provinsi Jawa Barat dapat menekan penularan dan penyebaran Covid19 karena sejak bulan Juni 2020 menerapkan PSBM dengan memberdayakan seluruh aparatur pemerintahan dan hingga tingkat desa. Bahkan melibatkan Ibu-ibu PKK membangun dapur umum untuk menyuplai makanan ke rumah-rumah warga di desa yang diberlakukan pembatasan sosial berskala mikro.
Yang dibutuhkan warga Jakarta adalah penerapan pembatasan sosial berskala mikro atau PSBM bukan PSBB secara total.
Penerapan PSBB kembali secara sepihak oleh Gubernur DKI Jakarta akan menghilangkan roh kota metropolitan Jakarta menjadi kota “Zombie”, kota metropolitan tanpa roh metropolis. Atau mungkin Jakarta sedang dipimpin zombie yang kerja dengan kata tanpa aksi nyata alias NATO (No Action Talk Only).
Karena selama PSBB transisi warga Jakarta di lingkungan tempat tinggal yang diberi zona kuning dan merah tidak merasakan kehadiran pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta untuk membantu warga yang positif virus serta menerapkan PSBM sebagai langkah pencegahan penularan virus Covid19 di lingkungan RT/RW domisili warga.
” Bagi warga Jakarta penerapan PSBB yang akan diberlakukan Senin ini bukan lagi menarik tuas rem darurat tapi rudal NATO yang menzombiekan kehidupan kota Jakarta.”