Museum Ponorogo Digadang-gadang Ikon Jawa Timur

PONOROGO, AKSIKATA.COM — Di tengah hamparan perbukitan Sampung yang tenang, berdiri megah sebuah monumen yang tak hanya menandai kebanggaan daerah, tetapi juga menjadi saksi sejarah dan harapan masa depan: Museum Reog Ponorogo atau Monumen Reog dan Museum Peradaban (MRMP). Dengan tinggi mencapai 129 meter, bahkan melampaui Garuda Wisnu Kencana di Bali, museum ini digadang-gadang sebagai ikon baru Jawa Timur dan pusat pelestarian seni Reog yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda dunia sejak Desember 2024.

Pembangunan museum ini bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan manifestasi dari semangat masyarakat Ponorogo dalam menjaga identitas budaya mereka. Meski sempat tersandung isu hukum menyusul penetapan Bupati Sugiri Sancoko sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pembangunan MRMP tetap berlanjut. Pemerintah Kabupaten Ponorogo menegaskan bahwa proyek ini adalah amanat budaya yang harus dituntaskan demi generasi mendatang.

“Reog bukan hanya tarian, tapi napas kehidupan masyarakat Ponorogo. Museum ini adalah rumah bagi cerita-cerita yang selama ini hanya diwariskan secara lisan. Kami ingin anak-anak muda bisa melihat, menyentuh, dan merasakan sejarahnya,” ujar Judha Slamet, Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Ponorogo, saat ditemui di lokasi pembangunan.

Museum ini dirancang sebagai ruang interaktif yang menggabungkan teknologi digital dengan artefak tradisional. Pengunjung nantinya dapat menyaksikan pertunjukan Reog secara virtual, mempelajari filosofi di balik setiap gerakan, dan mengenal tokoh-tokoh legendaris yang membentuk sejarah seni pertunjukan ini. Selain itu, MRMP juga akan menjadi pusat riset budaya dan pelatihan bagi seniman muda.

“Ini bukan sekadar tempat wisata. Kami ingin menjadikannya pusat edukasi dan regenerasi. Banyak anak muda yang tertarik pada Reog, tapi tidak tahu bagaimana memulainya. Museum ini akan menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan,” tambah Judha.

Di tengah antusiasme masyarakat, proyek ini juga mendapat perhatian dari komunitas internasional. Ponorogo resmi bergabung dalam UNESCO Creative Cities Network (UCCN) kategori Crafts and Folk Art, memperkuat posisi daerah ini sebagai pusat seni rakyat yang hidup dan berkembang. Pengakuan ini membuka peluang kolaborasi global dan pertukaran budaya yang lebih luas.

Pembangunan MRMP dilakukan menggunakan skema kerja sama pemerintah daerah dan badan usaha (KPDBU) dengan total anggaran mencapai Rp164,7 miliar.  Dana tersebut mencakup Rp85 miliar untuk tahap awal, Rp30 miliar bantuan Pemprov Jawa Timur, serta sisanya berasal dari mitra kerja sama swasta.

Meski sempat viral di media sosial karena keterkaitannya dengan kasus korupsi, Museum Reog Ponorogo tetap menjadi simbol harapan. Banyak warganet menyuarakan dukungan agar proyek ini tidak terhenti. “Kami percaya, budaya harus berdiri di atas integritas. Tapi jangan biarkan satu masalah menghentikan mimpi besar masyarakat,” tulis salah satu pengguna X (dulu Twitter).

Dengan target penyelesaian akhir 2025, MRMP diharapkan menjadi magnet wisata, pusat edukasi, dan ruang refleksi bagi siapa pun yang ingin memahami kekayaan budaya Indonesia. Di balik megahnya bangunan, tersimpan semangat ribuan seniman, pelajar, dan warga yang percaya bahwa Reog bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga masa depan.

“Museum ini adalah bukti bahwa budaya bisa hidup berdampingan dengan kemajuan. Kami ingin dunia tahu: Ponorogo punya cerita, dan kami siap membagikannya,” tutup Judha Slamet dengan mata berbinar.