PURWOKERTO, AKSI KATA. COM — Indonesia saat ini sudah berada dalam kondisi darurat penipuan keuangan digital (financial scam).Kerugian yang dialami masyarakat mencapai Rp 7 triliun dan dari jumlah tersebut yang bisa diselamatkan sekitar Rp 376,8 miliar.
” Indonesia saat ini sudah dalam darurat financial scam,” ungkap Kepala Sekretariat Satgas PASTI Hudiyanto dalam Diskusi Perlindungan Konsumen dan Masyarakat Sektor Jasa Keuangan, di Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (18/10).
Menurut Hudiyanto, maraknya kasus tersebut menunjukkan masih lemahnya kesadaran digital masyarakat dalam mengenali pola-pola penipuan, terutama melalui media sosial dan platform perdagangan daring.
“Modusnya semakin halus dan memanfaatkan psikologi korban, mulai dari social engineering sampai aplikasi palsu yang dikirim lewat WhatsApp,” ujar Hudiyanto.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat agar a selalu memverifikasi keaslian akun, situs, maupun aplikasi sebelum melakukan transaksi.
Lembaga ini juga memperkuat peran IASC dan Satgas PASTI dalam menelusuri rekening serta menutup akses pelaku scam digital.
“Karena uang hilang dari korban scam misalnya, itu hanya 1 jam. Tetapi yang lapor ke IASC dalam satu jam itu cuma 1 persen. Jadi ini sudah mengkhawatirkan, darurat,” tegas Hudyanto.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) , Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan,
hingga 16 Oktober 2025, laporan yang diterima Indonesia Anti Scam Centre (IASC) mencapai 299.237, dan jumlah kerugian mencapai Rp 7 triliun dengan jumlah rekening yang dilaporkan mencapai 487.378.
Jumlah rekening yang berhasil di blokir 94.344 rekening serta total dana yang berhasil di blokir mencapai Rp 376,8 miliar.
“ Di Indonesia Anti-Scam Center hingga 16 Oktober 2025 menerima hampir 300 ribu laporan dengan total kerugian masyarakat mencapai sekitar Rp 7 triliun dan telah berhasil di blokir mencapai Rp 376,8 miliar,” ungkapnya
Dipaparkan, ada 10 modus scam yang dicatat OJK seperti penipuan transaksi jual-beli online menjadi modus paling banyak dilaporkan masyarakat dalam periode November 2024 hingga 15 Oktober 2025, dengan total 53.928 laporan dan nilai kerugian mencapai Rp 988 miliar.
“ Bentuk penipuan yang paling banyak menjerat masyarakat adalah transaksi belanja online dengan iming-iming harga murah, namun barang tak kunjung diterima setelah pembayaran dilakukan. Yang banyak menjadi korban itu ibu-ibu. Modusnya macam-macam, mulai dari belanja online palsu sampai penggunaan teknologi AI untuk menyerupai wajah dan suara seseorang,” paparnya.
Kemudian dengan modus penipuan mengaku pihak lain (fake call) sebanyak 31.299 laporan dengan kerugian Rp 1,31 triliun. Kemudian penipuan investasi dengan 19.850 laporan dan kerugian Rp 1,09 triliun.
Penipuan penawaran kerja dengan 18.220 laporan dengan kerugian Rp 656 miliar. Penipuan mendapatkan hadiah dengan 15.480 laporan dengan total kerugian mencapai Rp 189,91 miliar. Penipuan lewat media sosial mencapai 14.229 laporan dengan kerugian Rp 491,13 miliar. Dengan modus phising mencapai 13.386 laporan dengan kerugian Rp 507,53 miliar. Modus social engineering dengan 9.436 laporan dengan kerugian Rp 361,26 miliar. Dengan modus pinjaman online fiktif dengan 4.793 laporan dengan kerugian Rp 40,61 miliar serta dengan modus APK (android package kit) via whatsaap dengan 3.684 laporan dengan total kerugian Rp 134 miliar.
Ditegaskan, Indonesia mencatat jumlah laporan penipuan keuangan digital (financial scam) tertinggi dibandingkan sejumlah negara lain di dunia. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), periode November 2024 hingga September 2025 mencatat 274.722 laporan penipuan, atau rata-rata 874 laporan per hari.
Angka ini jauh di atas Malaysia yang mencatat 253.553 laporan (242 laporan per hari) serta Kanada dengan 138.197 laporan (217 laporan per hari). Sementara Singapura dengan 51.501 laporan dengan kerugian Rp 13,97 triliun dengan rata rata 140 per hari.
Hong Kong dengan 65.240 laporan atau 140 per hari dengan kerugian Rp 27,01 triliun dengan dana diblokir Rp 4,84 triliun. Amerika Serikat dengan laporan 4.324 atau 9 per hari.
Sedangkan Malaysia dengan 253.553 laporkan atau 242 per hari, dengan kerugian Rp 2,65 triliun dengan dana diblokir Rp 325 miliar.