Kupas Ketimpangan Struktural diantara  Konsensus, Solidaridas Publik dalam Perspektif Komunikasi, Anisti Raih Gelar Doktor

JAKARTA, AKSIKATA.COM – Dua hari usai HUT ke-80 RI Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Studi Komunikasi Pembangunan  mengukuhkan gelar doctor kepada Anisti, Dekan Fakultas Komunikasi dan Bahasa Universitas  Bina Sarana Informati (UBSI), Rabu (19/8/2025) di Gedung Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Dalam disertasi yang diberi tajuk  “Kekuatan  Dialog Komunikasi  Gerakan Sosial di Komunitas  Nelayan Kecil Indramayu”, Anisti  ingin melihat tindakan komunikasi mewujudkan konsensus di ruang public, pola dialogis, gerakan sosial menuju perubahan   sekaligus ingin melihat model komunikasi.

Anisti menegaskan ingin memberikan sumbangsih pemikiran baik praktis yaitu dengan memberikan konsep  pola nyata pembentukan konsensus dan model komunikasi pada perubahan sosial, maupun secara akademis memerkaya khasanah ilmu komunikasi Pembangunan.

Menurut Anisti, ruang publik merupakan wahana demokrasi, dimana warga dan pemerintah bebas menyampaikan pendapat sebagai bentuk diskursif. “Ruang publik bersifat mandiri, diskusi secara rasional, kritis terhadap kekuasaan yang memiliki akses bebas dari dominasi. Hal ini seperti yang dikatakan Habermas soal hakikat ruang publik,” tandas Anisti.

Sidang terbuka dipimpin Wakil Dekan  FEMA IPB, Prof. Dr. Mega Simanjuntak, SP, Msi juga dihadiri penguji dari luar komisi seperti  Dr. Dwi Retno Hapsari, M.Si dan Dr. Agustina  Multi Purnomo, SP, M.Si. Hadir juga Prof. Dr. Ir. Sumardjo M.S.
Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, M.S, Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selaku komisi pembimbing.

Dalam kesempatan tanya jawab menyoal tentang etnografi komunikasi  dan uji reabilitas, Anisti menjawab dengan taktis bahwa ruang publik dibangun melalui forum musyawarah, diskusi, pertemuan informal merupakan klain validitas yang dipertukarkan secara rasional. Dalam hal ini bukan sekedar akhir namun sebagai proses deliberative dimana intersubyektifitas aktor dan legitimasi  adalah tindakan kolektif.

Anisti menyoroti  juga teori Hubermas yang menjadi landasan penting bagaimana komunitas yang terpinggirkan membangun kekuatan dialogis yang melampaui relasi kuasa formal. “Artinya kontek  dominnasi sitemik yang merasuk dalam kehidupan nelayan kecil butuh tidakan komunikatif seperti yang dipaparkan teori Hubermas” tandas Anisti .

Masih dalam kesempatan yang sama, Anisti menegaskan pentingnya tindakan komunikatif dalam mewujudkan konsensus di ruang public dibutuhkan pola dialogis dalam pembentukan reflektifitas masyarakat marginal, sebagai gerakan sosial menuju perubahan sosial. “ Sebagai insan akademis  kami juga akan merancang  model komunikasi untuk gerakan nelayan kecil,” pungkasnya dalam paparannya.

Anisti juga tidak melupakan unsur  novelty (kebaruan) dalam risetnya, penelitian ini dilandaskan pada integrasi teori dan tindakan komunikasi  Hubermas dan kritik Nancy Fraser untuk memahami dinamika komunikasi dalam gerakan komunitas nelayan dengan deskripsi dialog kolektif nelayan kecil  pada ruang homogen, namun konteks ketimpangan yang dinegosiasikan  secara reflektif dan partisipasif. Sehingga terjadi model komunikasi tatap muka yang terbangun dalam struktur organic dan sistemik oleh individu yang mampu mengarahkan  kejujuran, kebenaran dan ketepatan dalam komunikasi. Sementara secara metodologis, penggunaan etnografi komunikasi dengan pendekatan kritis  memungkinkan pembacaan atas relasi kuasa dan resistensi dalam praktik komunikasi.

“Dalam penelitian ini saya ingin menawarkan formulasi baru bahwa komunikasi gerakan sosial  merupakan praktik dialog kolektif dalam perjuangan partisipasi dan berkelanjutan  demi membangun konsensus, solidaridas untuk  mendorong transformasi  sosial di tengah ketimpangan struckural,” pungkas Anisti.