83,3 Persen Pelajar Menilai Pancasila Bukan Idiologi Permanen

 

JAKARTA, AKSI KATA. COM – Krisis idiologi Pancasila semakin mendalam di kalangan generasi muda. Bahkan telah terjadi degredasi dan delusi pemahaman masyarakat terhadap idiologi Pancasila, dimana 83,3 persen pelajar SMA mengatakan bahwa Pancasila bukan idiologi permanen sehingga bisa diganti dengan idiologi lain. Hal tersebut diungkapkan promovendus Iskandar saat mempertahankan disertasi promosi doktor dalam Bidang Komunikasi Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta, Rabu (21/5).

Dengan judul disertasi Analisis Diseminasi dan Resepsi Idiologi Pancasila Melalui Media Sosial (Studi Kasus YouTube BPIP RI), Iskandar menyebutkan, fenomena terjadinya degredasi pemahaman dan penghayatan idiologi Pancasila ini dapat ditingkatkan desiminasi melalui media sosial. “Dengan fakus pada desiminasi melalui media sosial, akan membuka peluang untuk meningkatkan kesadaran masyarakt terhadap nilai-nilai Pancasila dan memperkuat fondasi kebangsaan,” ungkap Iskandar.

Iskndar menegaskan, tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis bagaimana proses komunikasi BPIP dalam mendiseminasikan idiologi Pancasila melalui YouTube serta untuk menjelaskan bagaimana posisi audiens dalam merespon konten yang disampaikan oleh BPIP melalui YouTube.

Penelitian ini, kata dia, menggunakan analisis dengan mengintegrasikan dua teori komunikasi yaitu teori resepsi Stuart Hall dan model komunikasi Lasswell. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Metode penelitian adalah studi kasus untuk menganalisis lebih terperinci dan mengamati bagaimana pesan idiologi Pancasila disebarkan, diterima, dan diproses oleh audien YouTube, serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses tersebut.

Menurut Iskandar, hasil penelitian menunjukkan bahwa resepsi khalayak penonton kanal YouTube BPIP mayoritas pada posisi negosiasi. “Untuk mengubah resepsi khalayak dari posisi negosiasi menjadi posisi dominan, maka dibutuhkan gimik simbolik,” katanya.

Saran-saran diberikan untuk meningkatkan efektivitas desiminasi idiologi Pancasila, jelas Iskandar, termasuk penelitian yang lebih mendalam tentang respon audien, peningkatan kualitas konten, memperkuat keterlibatan audien, dan teruma memantau danpak desiminasi idiologi Pancasila melalui media sosial.

Selain itu, jelas Iskandar, saran juga mencakup pemberian hadiah atau beasiswa sekolah dan kuliah dari BPIP. Diharapkan bahwa penerapan saran-saran tersebut dapat meningkatkan keberhasilan diseminasi idiologi Pancasila dalam memperkuat kesadaran dan komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila di kalangan masyarakat Indonesia.

Eksistensi Ideologi Pancasila

Iskandar mengemukakan adanya kesenjangan persepsi dalam pemahaman generasi muda terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Hal ini menimbulkan sebuah perbedaan dalam pemahaman identitas ideologis negara di kalangan generasi yang lahir selama periode tersebut.

Upaya untuk mengembalikan substansi etika Pancasila menjadi penting untuk mengatasi krisis ideologi ini dan memperkuat kesatuan serta nilai-nilai moral dalam bangsa.

Dalam penelitiannya, Iskandar melakukan pengamatan terhadap penggunaan media sosial oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam menyebarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan memahami bagaimana ideologi Pancasila diseminasi dan diterima oleh masyarakat melalui media sosial, BPIP dapat mengevaluasi posisi, praktik, dan fungsi komunikasinya, serta mengidentifikasi area-area yang memerlukan perbaikan atau peningkatan.

Hasil penelitian Iskandar tidak hanya membantu dalam memahami dinamika komunikasi digital, tetapi juga memberikan wawasan yang berharga dalam memperkuat pemahaman dan komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat Indonesia.

Kedepannya, Iskandar yang saat ini menjadi dewan pakar Beyond Borders Indonesia, berniat melanjutkan penelitiannya terkait nilai-nilai Pancasila dikalangan anak muda khususnya daerah terpencil di perbatasan NKRI.

Menurut Iskandar, penerapan nilai-nilai Pancasila di daerah tersebut menghadapi tantangan  dan dinamika tersendiri. Misalnya, akses terhadap pendidikan dan informasi yang masih terbatas.

Fasilitas pendidikan yang belum memadai sehinggamenghambat penyebaran dan penghayatan nilai-nilai Pancasila. Padahal, banyak daerah terpencil memiliki kearifan lokal yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila seperti gotong royong, musyawarah  untuk mufakat dll. Mengintegrasikan kearifanlokal  dengan nilai-nilai Pancasila dapat memperkuat penerapannya.

Iskandar juga menambahkan perlunya dukungandan kolaborasi organisasi pemerintah dan non pemerintahseperti komunitas Beyond Borders Indonesia untuk mempercepat proses penyebaran tersebut.

Dalam sidang promosi yang diketuai Dr. Marlinda Irwanti Poernomo, M.Si. yang juga Rektor Universitas Sahid Jakarta dan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Jakarta, Iskandar berhasil mempetahankan disertasinya dengan meraih predikat sangat memuaskan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *