Mengenal Tradisi Rebo Wekasan

Tradisi Rebo Wekasan

JAKARTA, AKSIKATA.COM – Sejumlah daerah menggelar Rebo Wekasan, seperti di Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan, hingga Maluku. Belum lama ini, masyarakat Tegal dan di Bangka Belitung juga merayakan tradisi ini.

Tradisi Rebo Kasan sendiri merupakan tradisi budaya yang diadakan di hari Rabu Terakhir pada Bulan Safar, yaitu bulan kedua dari 12 bulan penanggalan Hijriyah, yang mana di dalamnya berisi kegiatan doa bersama untuk memohon perlindungan, keberkahan, keselamatan dan kebaikan antar sesama manusia. Rebo artinya nama hari dalam bahasa Jawa, yaitu Rabu dalam bahasa Indonesia. Sedangkan Wekasan adalah bahasa Jawa yang artinya pungkasan atau akhir. Jadi, Rebo Wekasan secara bahasa adalah hari Rabu Terakhir.

Di tahun ini, Rebo Wekasan jatuh pada Rabu (13/09/2023) atau 27 Safar 1445 Hijriyah. Cara melakukan tradisi Rebo Wekasan dapat bervariasi tergantung pada keyakinan, budaya, dan tradisi keluarga atau komunitas tertentu. Tradisi budaya Rebo Wekasan ini adalah hari yang tidak tergantung pada hari pasaran dan neptu untuk melakukan suatu upacara adat di Jawa. rebo Wekasan dianggap sebagai hari-hari datangnya 320.000 sumber penyakit dan marabahaya 320.000 bencana. Maka rata-rata upacara dilaksanakan pada hari ini adalah bersifat Tolak Bala. Tradisi ini kental dengan nuansa Religius (Islam) dan meluas di Jawa (Pantura).

Pada momen Rebo Wekasan ada sebuah mitos yang menyebut sebagai hari sial. Untuk itu, sejumlah masyarakat melaksanakan ibadah atau ritual tertentu sebagai upaya menolak bala saat Rebo Wekasan.

Keyakinan bahwa Rebo Wekasan sebagai hari sial ini didasarkan pada keterangan sebagian ulama tasawuf yang konon melihat turunnya ribuan bala (musibah) pada hari tersebut. Sehingga akhirnya banyak diikuti dan diyakini sebagai sebuah kebenaran. Tasa’um (anggapan sial) ini telah terkenal pada umat jahiliah dan sisa-sisanya masih ada di kalangkan muslim hingga saat ini.

Namun, ulama berbeda pandangan dalam hal ini. Keyakinan akan turunnya bala itu diperoleh dari sufi yang kasyaf, bahwa pada hari Rebo Wekasan itu, ada 320 ribu bala yang turun untuk setahun, sebagaimana ditulis Syekh Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur fi Fadhail Al-Azminah wash-Shuhur.

Rebo Wekasan kerap kali diperingati sebagian umat Islam dengan mengerjakan amalan di hari Rabu terakhir di Bulan Safar.
Seperti salat sunah Rebo Wekasan hingga membaca doa-doa tolak bala. Mengerjakan amalan Rebo Wekasan diyakini sebagian muslim untuk menolak bala.

Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Suganda Pandapotan Pasaribu saat melaksanakan tradisi Rebo Wekasandi Balai Dusun Air Anyir, Kabupaten Bangka, tersebut mengatakan tradisi tersebut memiliki manfaat positif bagi masyarakat, utamanya agar terus menjalin silaturahmi dan kebersamaan antar masyarakat.

“Ini adalah salah satu tradisi yang baik, kita duduk untuk makan bersama dan tidak ada perbedaan diantara kita. Mari kita jaga ini semua untuk membangun Bangka Belitung yang luar biasa dan modern,” ungkap Pj Gubernur Suganda dalam sambutannya.

Ia juga menyampaikan bahwa tradisi adat ini merupakan bukti kekayaan intelektual komunal sudah terjalin dengan baik di Bumi Serumpun Sebalai. Hingga saat ini kekayaan intelektual komunal di Babel sudah mencapai 1.785 yang sudah tercatat. Namun, dengan kekayaan keberagaman budaya dan kearifan lokal di Babel itu bukanlah sebagai faktor pembeda dan pemecah belah, tetapi sebagai wadah dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan antar sesama.

Daerah yang engenal dan melakukan tradisi ini mayoritas adalah Daerah Pesisiran. Daerah yang dikenal relatif lebih dulu, kuat, dan kosmopolit keislamannya dibanding daerah Pedalaman Jawa.

Daerah pesisir tersebut seperti Gresik, Probolinggo, Situbondo, Pasuruan (Jatim), Tasikmalaya, Cirebon (Jabar), Pandeglang, Serang (Banten), yang memiliki tradisi Rebo Wekasan dengan nama istilah yang berbeda-beda. Antara lain: Sedekah Ketupat, Sedekah Kupat di daerah Dayeuhluhur, Cilacap, Upacara Rebo Pungkasan, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta, Tradisi Ngirab, di daerah Kawasan Cirebonan, Safaran di beberapa daerah Pantura, dan Rebo Wekasan di Desa Suci, Kec. Manyar, Gresik Sendiri.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.