JAKARTA, AKSIKATA.COM –
Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan bahwa proses seleksi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kali ini sangat menarik untuk dicermati. Sebab diikuti begitu banyak jenderal polisi, yakni ada 13 orang.
Menurut Neta, dari sejumlah jenderal polisi yang ikut seleksi Capim KPK, hanya ada tiga jenderal polisi yang paling berpotensi untuk lolos uji kepatutan di DPR.
Ketiganya adalah Irjen Darma Parengkun, Irjen Antam, dan Irjen Firlin. “Darma dan Antam adalah figur jenderal yang belum pernah menjadi Kapolda, sehingga bebas dari kemungkinan komplain masyarakat di daerah. Sedangkan Firli pernah bertugas di KPK sehingga sangat paham dengan dinamika yang terjadi di lembaga anti rasuha itu,” jelas Neta, dalam siaran persnya, Selasa (23/7/2019).
Dikatakan Neta, kinerja Pansel KPK patut diapresiasi karena telah bekerja cepat menyeleksi 376 pendaftar hingga menetapkan 104 capim KPK untuk ikut tahap selanjutnya, yakni tahap psikotes. Dalam proses seleksi, Pansel KPK diharapkan bisa mencermati dan segera mencoret para petualang dan figur yang berpotensi menimbulkan masalah serta protes dari publik akibat prilaku kinerjanya selama ini.
“Dalam proses seleksi capim KPK kali ini, IPW fokus mencermati lima hal, yakni banyaknya jenderal polisi yang ikut seleksi, ikutnya tiga petahana pimpinan KPK dalam seleksi, dugaan adanya para petualang “pencari kerja” yang ikut seleksi, adanya simpatisan partai politik ikut dalam seleksi, dan mencermati kemungkinan figur figur radikal menyusup dalam proses seleksi capim KPK.”
Selain itu, tandas Neta, banyaknya jenderal polisi yang ikut seleksi capim KPK menunjukkan betapa strategisnya lembaga anti rasuha ini bagi insan kepolisian. Padahal, di Polri sendiri ada direktorat tindak pidana korupsi yang bisa menjadi tempat mereka mengabdi dan berkiprah.
“Bagaimana pun fenomena ini patut dicermati. Meski demikian, IPW berharap Pansel bersikap selektif terhadap figur figur jenderal kepolisian karena bukan mustahil muncul polemik dari tempat mereka pernah bertugas, dulu maupun saat ini. Untuk itu, Pansel perlu mencari informasi ke tempat mereka pernah bertugas, terutama saat mereka menjabat sebagai Kapolda agar tidak terjadi salah pilih dalam proses selanjutnya,” paparnya.
Lebih lanjut Neta bilang, keikutsertaan petahana juga patut dicermati karena selama ini belum pernah ada petahana yang dua periode. Selain itu petahana yang ikut seleksi, tidak menunjukkan prestasi yang luar biasa, bahkan gagal menjaga soliditas KPK.
IPW berharap Pansel bisa mendapatkan figur pimpinan KPK yang mampu membawa perbaikan pada KPK. Misalnya “jenis kelamin” institusi KPK harus diperjelas, apakah ia ASN atau bukan. Mengingat KPK dibiayai negara “jenis kelamin” dan keberadaan pegawainya harus mengacu kepada UU ASN.
Jika pegawai KPK mengacu ke UU ASN wadah pegawai KPK harus dibubarkan. Sebab ASN tidak mengenal Wadah Pegawai tapi mengacu kepada Korpri. Perubahan terhadap KPK harus segera dilakukan pimpinan baru KPK agar lembaga anti rasuha itu tidak menjadi “kerajaan sendiri” yang bertolak belakang dengan UU ASN. “Pimpinan baru KPK harus mampu dan berani mendorong perubahan ini sehingga sebagai pimpinan mereka tidak “dikebiri pengawainya” lewat Wadah Pegawai,” tandas Neta.