JAKARTA, AKSIKATA.COM – Seorang pembantu rumah tangga berinisial SR mengadu ke Komnas Perempuan di Jalan Latuharhary Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2022). Perempuan genap berusia 71 tahun tersebut mengaku mengalami kekerasan yang dilakukan majikannya. Dia diterima Tasya, staf bagian pengaduan Komnas Perempuan.
Kepada staf Komnas Perempuan itu, Stince mengaku bekerja sejak 2018 sampai dengan tahun 2021. Dan, selama bekerja itu, dia mendapatkan perlakukan yang tidak manusiawi. “Saya dipukul, ditampar bibir saya sampai berdarah, bahkan saya pernah diinjak bahu saya,” ungkap korban yang didampingi pengacara Andi Rahman M, SH dan Dr. Andi M. Agung, SH., MH.
Stince juga bercerita, gaji yang mesti diterima Rp500 ribu/bulan, tidak pernah dibayarkan secara langsung, tapi dicicil sejak ia mulai bekerja. Hingga dia mengalami kecelakaan jatuh di rumah majikannya, sehingga dia tak bisa lagi bekerja sepenuhnya.
Stince ke Komnas Perempuan mengaku tidak menuntut macam-macam hanya minta diobati kakinya yang nampak tidak bisa berjalan dengan normal.
Dia berharap majikan bersedia membiaya pengobatan dirinya dan membayar gajinya yang ditahan.
Stince mengatakan pihak Komnas HAM akan menjembatani untuk memenuhi hak-hak dirinya.
Sementara itu kuasa hukum Stince, Andi Rahman M, SH dan Dr. Andi M. Agung, SH., MH, mengatakan, pihaknya sudah melayangkan somasi dua kali, tapi sama sekali tidak diindahkan.
Andi Ramlan mengatakan, Komnas Perempuan berjanji akan memberikan konseling dan pendampingan kepada Stince. Sebab, secara psikologis, Stince mengalami trauma. “Dia (Stince) sering menangis dan Komnas Perempuan berjanji menyelesaikan masalah ini,” katanya.
Andi Rahman pun mengaku, tidak memiliki niatan yang tidak-tidak, hanya mau majikannya itu bertanggung jawab. Identitas majikan sudah diterima oleh Komnas Perempuan.
“Kakinya yang sakit. Entah itu terjatuh atau disebabkan menjadi jatuh dari pintu, SR tetap masih bekerja kepada mereka. Itu jelas masih menjadi tanggung jawab majikannya. Tidak bisa dilepaskan begitu saja,” katanya.
Dikutip dari Indopos.co.id, Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor mengatakan, Komnas Perempuan akan memberikan pendampingan dan pemulihan kepada korban kekerasan, khususnya pada perempuan.
“Kami akan memberikan pendampingan dan pemulihan kepada korban kekerasan seksual dan kekerasan yang berdampak pada psikis korban,” ujarnya.
Ia mengatakan, pemulihan psikologis korban dilakukan oleh petugas konselor. Dan mereka telah memiliki sertifikasi. “UU TPKS kan baru disahkan, jadi saat ini tengah bebenah, baik dari peraturan turunan hingga SDM,” katanya.
Sebelumnya, Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang mengaku miris melihat kasus penyiksaan terus terjadi meskipun Indonesia telah meratifikasi konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusia dan merendahkan martabat manusia.
“Meski telah diratifikasi sejak 1998, namun ironisnya kasus-kasus penyiksaan masih terus terjadi,” kata Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang pada webinar dalam rangka memperingati Hari Antipenyiksaan Internasional di Jakarta, Senin 27 Juni.
Bahkan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 dinilai Komnas Perempuan jarang sekali digunakan sebagai rujukan dalam menangani kasus-kasus penyiksaan.
Atas dasar itu, sejumlah lembaga hak asasi manusia yang tergabung di Kerja untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) terus mendorong Pemerintah Indonesia agar segera meratifikasi Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT).