JAKARTA, AKSIKATA.COM – Warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah menolak penambangan batu andesit untuk proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener sejak 2016. Namun, penolakan tersebut kerap mendapat tekanan dari aparat kepolisian.
Bahkan, pada Selasa (8/2/2022) kemarin, ribuan aparat kepolisian dengan senjata lengkap menyerbu Desa Wadas. Aparat mencopot banner penolakan Bendungan Bener dan mengejar beberapa warga sampai ke hutan. Sekitar 64 orang ditangkap. Bentrokan pun terjadi di lokasi.
Petistiwa itu tak urung menjadi perhatian nasional. Salah satunya dari bidang Advokasi dan Kebijakan Publik Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Lembaga ini mengecam tindakan represif terhadap warga Wadas Penolak Tambang.
Ketua Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik PB PMII, Ahmad Latif dalam siaran persnya, Jumat (11/02/2022) menyebutkan, proyek pembangunan bendungan ini kedepan sangat mengkebiri dan merampas hak serta ruang hidup warga, mata pencaharian, dan ekosistem.
“Aktivitas pertambangan akan mengeruk bukit dan berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan serta mendatangkan bencana Alam. Di sisi lain, proyek tambang yang akan dioperasikan di desa Wadas tidak mempunyai AMDAL,” ungkap Latif.
Menurut dia, tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM dan perampasan ruang hidup yang dilakukan telah memangkas konstitusi. Seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 a: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
“Kami selaku organisasi dari embrio Nahdlatul Ulama sangat sepakat mengenai tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha’ (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka pemerintah haram mengambil tanah tersebut,” tegasnya.
Menurut dia, pembangunan bendungan Bener dan segala perangkat pendukungnya harus dihentikan secara cepat dan tegas. “Jangan lagi ada tragedi perampasan hak-hak rakyat dan merugikan rakyat dengan cara apapun,” ungkapnya Latif.
“Atas nama rakyat, Warga NU, dan PB PMII, kami meminta Kapolda Jateng untuk segera membebaskan warga Wadas yang ditahan. Juga meminta kepada Gubernur Jateng untuk menunda pengukuran baik yang sudah disetujui rakyat maupun yang belum setuju atas nama rakyat dan atas nama Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai selesai bermusyawarah, dan menghindarkan clash antara rakyat dengan aparat Negara,” katanya.
Latif pun minta agar 60 warga yang ditahan dapat dibebaskan, termasuk keluarga/kader PMII. “Sebelum lonjakan dan amarah rakyat makin melonjak,” serunya.