BATAM, AKSIKATA.COM – Ditreskrimum Polda Kepri bersama Tim Opsnal Polsek Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara kembali menangkap tersangka jaringang pengirim pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal berinisial ES alias E, warga Jalan Merpati Kota Tanjungpinang.
Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Harry Goldenhardt didampingi Dir Reskrimum Polda Kepri Kombes. Pol. Jefri Ronald Parulian Siagian, saat Konferensi Pers di Polda Kepri, Selasa, (11/1/2022) menjelaskan, ES mempunyai hubungan dengan empat tersangka lainnya Inisial S Alias A, JI Alias J, AS Alias AB dan M Alias O yang merupakan jaringan dalam pengiriman PMI ke Malaysia terkait kasus kecelakaan laut yang merenggut korban jiwa Pekerja Migran Indonesia, pada Rabu, 15 Desember 2021 yang lalu di Johor Bahru, Malaysia.
Menurut Harry, tersangka ES diamankan dari rumah saudaranya yang berada di Kec. Putri Hijau, Bengkulu Sabtu (8/1/2022) sekira pukul 17.40 Wib. Minggu, (9/1/2022) sekira pukul 12:00 Wib, petugas membawa tersangka dan barang bukti dari Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu menuju Polda Kepri untuk dilakukan proses penyidikan lebih lanjut.
″Diamankannya tersangka ini merupakan sebuah keberhasilan dan keseriusan dari Polda Kepri melalui Ditreskrimum Polda Kepri dalam mengungkap jaringan tindak pidana perdagangan orang,” kata Harry.
Adapun barang bukti yang diamankan adalah beberapa alat komunikasi handphone, sebuah kartu ATM dan beberapa Buku Tabungan atas nama tersangka Inisial ES.
Peran ES adalah melakukan pengurusan dan memfasilitasi 8 orang PMI hingga pemberangkatan ke luar negeri tanpa dilengkapi dokumen resmi. ES memberangkatkan PMI melalui pelabuhan rakyat atau pelabuhan tikus, dengan iming-iming mendapatkan gaji yang besar. ES Alias E meraup keuntungan sebesar Rp3 juta dari masing-masing PMI.
″Terhadap tersangka ini diterapkan dua Undang-Undang, yang pertama UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Pasal 4, Pasal 7 dan Pasal 48) dengan ancaman paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), Kemudian dilapis dengan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Pasal 81 dan Pasal 83) dengan ancaman paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)”, katanya.