JAKARTA, AKSIKATA.COM – Setelah hampir dua hari menjalani pemeriksaan di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Eggi Sudjana, tersangka kasus dugaan makar, resmi ditahan untuk 20 hari ke depan.
Meski menerima penahanan dirinya, Eggi menolak menandatangani surat penahanannya. Alasan Eggi, lantaran dirinya seorang advokat yang menurut UU nonor 18 tahun 2003 pasal 16 advokat tidak dapat dipidana atau digugat, baik di dalam maupun di luar sidang. Hal itu merupakan keputusan dari Mahkamah Konstitusi No. 26 Tahun 2014.
Menurut Eggi, penolakannya juga berdasarkan kode etik advokat. “Saya ketua dewan kehormatan advokat, Kongres Advokat Indonesia sudah kirim surat, harusnya kode etik advokat dulu yang harus diproses,” ujarnya.
Selain itu, Eggi menolak penahanannya lantaran proses praperadilan yang diajukannya pekan lalu tengah berjalan. Eggi memilai hal tersebut seharusnya diproses terlebih dulu.
Sementara alasan lain berkaitan dengan gelar perkara, yang menurutnya mesti dilakukan sesuai dengan Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2018.
“Kurang lebih itulah, tapi sisi lain pihak kepolisian juga punya kewenangan, kita ikuti kewenangannya, saya juga punya kewenangan sebagai advokat dan kita sesuai dengan profesional modern dan terpercaya,” ucap Eggi .
Meski menolak menandatangani surat penahanan, Eggi tetap dibawa ke rutan Polda Metro Jaya setelah polisi menetapkan untuk menahannya.
Kasus yang menyeret Eggi Sudjana bermula dari adanya laporan di Bareskrim Polri yang dibuat Supriyanto, Relawan Jokowi-Ma’ruf Center (Pro Jomac), Jumat (19/4/2019) yang teregister dengan nomor: LP/B/0391/IV/2019/BARESKRIM tertanggal 19 April 2019 dengan tuduhan penghasutan menyusul adanya video Eggi Sudjana yang mengajak gerakan ‘people power’.
Polisi menyebut memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menaikkan status Eggi dari saksi menjadi tersangka. Hal itu didapatkan setelah pemeriksaan saksi-saksi hingga barang bukti.
Pasal yang disangkakan adalah Pasal 107 KUHP dan/atau Pasal 110 KUHP jo Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. (SAKHA)