JAKARTA, AKSIKATA.COM – Penasihat KPK periode 2003-2013 Abdullah Hehamahua menyebut musibah NTT (Nusa Tenggara Timur) dan Sulawesi terjadi karena korupsi. Hal itu dikatakan Abdullah saat berbincang dengan Direktur Eksekutif Kopel Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, seperti dikutip dari kanal YouTube Uustad Demokrasi, Senin (12/4).
Awalnya, Abdullah mengulas isi bukunya berjudul ‘Jihad Memberantas Korupsi’.
Mantan Wakil Ketua Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (PKPN), ini menyebut korupsi adalah kejahatan luar biasa.
“Disebut kejahatan luar biasa karena permbuktian korupsi itu sukar,” ucap Abdullah.
Abdullah membandingkan pembuktian kasus korupsi dengan kasus pidana umum.
“Kalau orang misalnya meninggal sudah beberapa tahun, penegak hukum gali mayat (korban), diotopsi bisa diketahui penyebab kematiannya,” ucapnya.
Ia mengungkit kasus pembunuhan Suyono beberapa tahun lalu. Saat itu Densus 88 Antiteror mengatakan Suyono tidak apa-apa, kemudian diotopsi dan ditemukan bahwa ada penganiayaan.
“Nah itu kalau pidana umum, tapi kalo pidana korupsi tidak semudah itu,” imbuhnya.
Ia menceritakan bagaimana pintarnya orang Indonesia melakukan korupsi agar tidak terlacak.
Abdullah mengatakan, ada orang Indonesia yang melakukan korupsi dengan cara tidak mentransfer uang hasil korupsi.
Mereka tidak mentransfer uang agar tidak terlacak oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Tahun 2007 kalau tidak salah ada anggota DPR apa pusat dari daerah, saya lupa Jambi atau pulau Sumatera itu dia beritahu kepada orang yang akan memberikan hadiah kepada dia itu tidak melalui bank, tapi melalui money changer,” katanya.
“Maka kemudian sore-sore dia dengan anak dan istrinya datang ke daerah Batu Plaza itu datang ambil uang dari money changer pake tas kresek. Begitu mau naik ke mobilnya teman-teman KPK langsung menangkap,” tambahnya.
Hal itu membuktikan betapa sukarnya pembuktian kasus korupsi, sehingga KPK harus mempunyai satu kewenangan yang tidak dipunyai instansi lain, yakni penyadapan.
“Tanpa penyadapan KPK tidak akan tahu bahwa orang ini uangnya dikirim melalui money changer seperti itu,” bebernya.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar HMI ini menyebut dampak korupsi itu luar biasa.
Ia menyebut bencana alam yang melanda sejumlah daerah di Indonesia merupakan dampak dari korupsi.
“Sekarang musibah di NTT 100 orang kurang lebih meninggal, 100 orang kurang lebih hilang,” katanya.
“Kemudian di Sulawesi Tengah tahun lalu sampai luar biasa, Donggala kemudian Sulawesi Barat, di beberapa daerah yang lain dan Malang seperti itu karena korupsi,” tambahnya.
Ia menyebut ada KKN antara pejabat daerah dengan para konglomerat, sehingga terjadi penebangan pohon, membangun gedung tinggi tidak pakai NB dan seterusnya.
“Ketika hujan datang, banjir, tanah longsor dan ribuan orang meninggal, ribuan bangunan rusak. Itu kerugian perekonomian negara,” tegasnya.
Ia menambahkan, di dalam UU Tindak Pidana Korupsi, pasal 2 dan 3 disebutkan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
“Sehingga korupsi itu tidak hanya soal APBN, APBD yang tertulis, tapi juga karena kerusakan lingkungan, kerusakan bangunan, itu juga adalah korupsi yang (merugikan) perekonomian negara,” katanya.
Sialnya, sambung Abdullah, ketika penyidik KPK mengajukan itu ke pengadilan, tidak pernah diloloskan.
“Tidak pernah diloloskan oleh pengadilan yang khusus untuk perekonomian negara. Mereka hanya mau statistik kuantitatif yang ada pada APBN, APBD,” tandas Abdullah Hehamahua.(*)