AKSIKATA.COM, JAKARTA- Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyatakan, generasi milenial perlu membaca buku ‘Catatan Merah’ dari putera sulung Bung Karno, Mohammad Guntur Soekarnoputra tentang Asian Games 1962 di Jakarta sampai ke Galaxy Bima Sakti.
Menurut Basarah, buku karya Guntur Soekarnoputra, itu merupakan upaya intelektual Mas Tok, panggilan akrab Guntur, dalam melawan pihak-pihak yang berusaha menghapus memori bangsa tentang Bung Karno.
“Saya harap buku ini dibaca banyak generasi muda, generasi milenial, yang belum banyak tahu kisah-kisah heroik proklamator Republik Indonesia Bung Karno,’’ jelas Basarah sebagai editor buku ini.
Buku diluncurkan secara virtual di Jakarta, Sabtu (10/4). Sebagian royalti penjualan buku akan disumbangkan kepada Komunitas Unidentified Flying Object (UFO), Komunitas Elvis Presley, dan Komunitas Masyarakat Fotografi.
Basarah mengaku, kerap diskusi tentang Bung Karno dengan Mas Tok di rumahnya sebelum Covid-19 merebak. Ia mengungkapkan, di dalam buku itu Guntur antara lain menulis tentang sejarah Asean Games 1962, kisah Bung Karno menyelamatkan Universitas Al-Azhar di Kairo yang hampir ditutup oleh pemerintah Mesir saat itu, kisah fiksi spionase James Bond, sampai pesan-pesan kewaspadaan nasional menghadapi Covid-19.
Basarah menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada tokoh-tokoh nasional yang hadir secara virtual di acara peluncuran buku ini.
Diantaranya, Wakil Presiden ke 6 Try Sutrisno, AM Hendropriyono, Marsekal Pur TNI Cheppy Hakim, Ganjar Pranowo, Kwik Kian Gie, Soekarwo, Theo L Sambuaga, Basuki Tjahaja Purnama, dan Edi Swasono.
Ia menilai, penulisan buku ini positif karena merupakan upaya intelektual Guntur melawan pihak-pihak yang berusaha menghapus memori bangsa tentang Bung Karno.
‘’Padahal kita tahu, Bung Karno sangat berjasa kepada tanah air, bahkan dunia internasional. Inilah bagian dari jurus jas merah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah,’’ ujar Basarah, yang juga menulis buku ‘Bung Karno, Islam dan Pancasila’.
Dalam catatan doktor ilmu hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang itu, jejak politik untuk menghapus jasa dan kepahlawanan Bung Karno terlihat dari dikeluarkannya Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/ MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Presiden Soekarno. Dalam bagian konsideran/menimbang TAP MPRS tersebut dikatakan bahwa Presiden Soekarno dituduh terlibat memberikan dukungan terhadap peristiwa G-30-S/PKI.
“Tapi harap dicatat, TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 itu telah dinyatakan tidak berlaku lagi,” katanya.
Apalagi, urai Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini, Bung Karno lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 tahun 2012 telah mendapat gelar pahlawan nasional.
‘’Jika benar Bung Karno berkhianat kepada bangsa, tidak mungkin ia mendapat gelar pahlawan nasional,’’ jelasnya.
Untuk dunia Islam, ia menambahkan, Bung Karno punya jasa besar di balik dibatalkannya penutupan Universitas Al-Azhar Mesir oleh Presiden Gamal Abdul Nasser, penemuan makam Imam Bukhari di Uzbekistan, difungsikannya kembali Masjid Biru di Moskow, tokoh di balik terselenggaranya Konferensi Islam Asia Afrika 1965 di Bandung, serta ditanamnya pohon Sukarno di Arafah Saudi Arabia.
Dalam komentarnya, Try Sutrisno memuji editor buku ini yang disebutnya terkesan sangat mengenal jati diri penulis buku. Try memuji tulisan tentang James Bond yang tampaknya ringan, tapi sesungguhnya berisi pesan agar bangsa Indonesia waspada terhadap spionase asing.
Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono tertarik pada cita-cita revolusioner Bung Karno yang pada 5 Oktober 1965 yang ingin melakukan percobaan bom atom buatan Indonesia meski rencana ini batal terjadi akibat politik dalam negeri.
Guntur Soekarnoputra
sudah mengenal fotografi sejak tahun 1956 setelah lulus dari Sekolah Rakyat (SR), dan ketika itu mendapat kado kamera dari ayahnya, Ir. Soekarno.