Ada Rahasia Dibalik Rasa Makanan

DEPOK  AKSI KATA. COM  — Direktorat Kebudayaan Universitas Indonesia bekerjasama dengan Komoenitas Makara dan Urban Spiritual Indonesia menyelenggarakan acara Majelis Nyala Purnama #6 dengan tema: “Makan Sehat, Jiwa Kuat, Bangsa Hebat”, pada Rabu, 8 Oktober 2025 di Makara Art Center Universitas Indonesia. Acara ini diselenggarakan guna menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (10 Oktober 2025) dan Hari Pangan Sedunia (16 Oktober 2025). “You Are What You Eat” kata penulis besar Jean Anthelme Brillat-Savarin pada tahun 1826. Dengan pangan yang sehat bisa melahirkan jiwa yang sehat, jiwa yang sehat akan membangun bangsa yang kuat.
Acara ini turut dihadiri oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Choiri Fauzi. Adapun para penampil dalam acara ini antara lain Dr. Ngatawi Al Zastrouw, Dr. Turita Indah Setyani, Fitra Manan, Prof. Ir. Ahmad Syafiq, M.Sc., Meilati M. Batubara, Ki Ageng Ganjur, Swara SeadaNya, dan Asep Rachman Muchlas.
Menteri Arifah dalam pidato sambutannya menyatakan mendukung tiap keluarga Indonesia untuk mengutamakan bahan pangan lokal untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
“Makanan bukan sekedar asupan memenuhi kebutuhan fisik tetapi juga merupakan identitas kultural suatu masyarakat. Aneka ragam kuliner Nusantara mencerminkan keberagaman budaya bangsa Indonesia. Menjaga eksistensi pangan adalah upaya merajut keberagaman untuk memperkuat bangsa. Ketahanan pangan hakekatnya adalah ketahanan budaya dan identitas bangsa. Menjaga eksistensi pangan adalah upaya merajut keberagaman untuk memperkuat persatuan dan pertahanan suatu bangsa.”, ujar Direktur Kebudayaan Universitas Indonesia Dr. Ngatawi Al Zastrouw.
“Pangan adalah jantung kehidupan, adalah urat nadi kemerdekaan. Bangsa yang mampu memberi makan rakyatnya dengan sehat dan berkelanjutan, adalah bangsa yang telah menegakkan kedaulatannya.”, lanjut Prof. Ir. Ahmad Syafiq, M.Sc dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, salah satu narasumber acara.
“Kekayaan dan keragaman budaya kuliner Indonesia bergantung padatradisi lisan, bukan budaya tertulis. Sulit untuk menemukan resep tradisional dan catatan budaya makanan yang diwarisi dari generasi ke generasi. Upaya pelestarian resep asli dan budaya pangan tidak hanya dilihat dari sisi kebutuhan budaya saja, namun juga sebagai upaya menuju ketahanan di segala aspek, terutama ketahanan pangan.”, begitu narasi yang disampaikan Meilati Batubara, pemerhati budaya kuliner Nusantara yang menjadi salah satu pembicara acara.
“Pangan bukanlah sekadar sumber energi, melainkan denyut nadi kebudayaan dan cerminan kearifan para leluhur kita. Di setiap bulir padi dan racikan bumbu, tersimpan cerita, identitas, dan doa. Agar warisan tak ternilai ini dapat terus bertahan di tengah gempuran zaman, kuncinya ada pada kita semua: yaitu dengan menjaga api di dapur-dapur kita tetap menyala, memastikan resep warisan terus dihidangkan oleh tangan generasi muda, dan menumbuhkan rasa bangga untuk memilih dan menyajikan pangan lokal di meja makan kita. Mari bersama merayakan dan menjadi penjaga cita rasa asli nusantara, karena melestarikan pangan tradisional adalah cara kita merawat akar dan identitas bangsa.”, tutur Ketua Komoenitas Makara Fitra Manan.
“Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (10 Oktober) dan Hari Pangan Sedunia (16 Oktober), mari kita refleksikan kembali pentingnya membangun keterhubungan antara tubuh, pikiran, dan lingkungan melalui pola makan sehat dan praktik meditasi yang teratur.
Dengan tema “Makan Sehat, Jiwa Kuat, Bangsa Hebat” dalam acara Majelis Nyala Purnama kali ini, menjadi seruan kolektif untuk memperkuat fondasi kesehatan masyarakat Indonesia secara holistik. Melalui meditasi, seseorang belajar untuk hadir sepenuhnya di saat ini, membangun kesadaran diri yang lebih dalam, sehingga sensitivitas meningkat.
Dengan sensitivitas yang ada, kita menjadi lebih bijak dalam menentukan makanan berdasarkan petunjuk rasa yang muncul di lidah. Rasa tersebut terhubung dengan organ tubuh yang memberi signal untuk kebutuhan asupan makanan untuk menyeimbangkannya.
Rasa asam signal kebutuhan asupan makanan untuk menyeimbangkan organ hati/kandung empedu. Rasa pahit signal kebutuhan asupan makanan untuk menyeimbangkan organ jantung/usus kecil. Selanjutnya rasa manis, pedas, asin merupakan signal kebutuhan asupan makanan untuk menyeimbangkan organ limpa/lambung, paru-paru/usus besar, ginjal/kandung kemih.
Apabila kita makan sesuai dengan petunjuk dari rasa yang muncul sebagai signal itu, maka otomatis tubuh akan menjadi sehat karena kebutuhan asupan makanan selalu terpenuhi. Pola makan sesuai kebutuhan dan tubuh seimbang memiliki peran besar dalam menjaga stabilitas emosi, konsentrasi, dan kesehatan mental.
Di lain pihak, pikiran yang tenang dan jernih menghidupkan kesehatan jiwa dan membangkitkan kesadaran akan pentingnya merawat diri secara utuh (kesehatan lahir dan batin)”, tambah Dr. Turita Indah Setyani, yang memimpin meditasi di penghujung acara sekaligus pendiri Urban Spiritual Indonesia.
Acara ini juga disemarakkan oleh penampilan kelompok musikalisasi puisi Swara SeadaNya dan kelompok musik etnik Ki Ageng Ganjur dari Yogyakarta. Swara SeadaNya membawakan sebuah komposisi musik yang dipadu dengan pembacaan mantra musim panen dan gerak tarian perayaan panen khas Nusantara yang berjudul “Perut Bumi Nusantara”. Sedangkan Ki Ageng Ganjur yang baru saja pulang dari ajang pentas musik Asia Pasifik di Fujian China membawakan sejumlah komposisi di antaranya Lir Ilir”, “Heal The World” dan lagu tentang kepedulian pada Gaza yaitu “We Will Not Go Down”
Sejumlah tamu turut hadir dalam acara ini seperti Kepala PPKB FIB UI Lily Tjahjandari, Kepala Program Studi Perancis FIB UI Suma Riella, dan Praktisi Perfilman Yusuf Raharjo.