IKN, NUSANTARA, AKSIKATA.COM– Di tengah gencar pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), sejumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sekitar kawasan proyek nasional itu justru menghadapi dilema besar. Harapan akan peluang ekonomi baru harus berhadapan dengan kenyataan penurunan omzet, persaingan ketat, hingga ancaman gulung tikar atau bangkrut.
Dalam sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti tahun 2025, ditemukan ada UMKM yang mampu bertahan secara aman, rentan dan bangkrut karena cenderung mengalami penurunan profitabilitas akibat perubahan lingkungan ekonomi pasca dimulainya pembangunan infrastruktur IKN.
Penelitian yang berlangsung intensif dari 20 hingga 25 Juli 2025 ini melibatkan 85 pelaku usaha dari wilayah Rest area IKN, Sepaku dan sekitarnya, serta berkoordinasi dengan Otorita IKN untuk mengakses data sosial-ekonomi terkini.
“Dulu Ramai, Sekarang Sepi,” demikian suara UMKM RM Lodho yang menjual nasi pecel ayam
Di sebuah warung tenda sederhana di Jalan Poros IKN, Siti (48), penjual nasi pecel bungkus yang telah berjualan selama 10 tahun, mengeluhkan perubahan drastis dalam pola pelanggan.
“Dulu, pagi sampai siang ramai buruh lokal dan warga sekitar. Sekarang? Banyak yang pindah, diganti pekerja dari luar. Seiring pembangunan infrastruktur IKN yang tidak semasif dulu,” ujarnya sambil mengaduk nasi yang belum terjual separuhnya.
Namun di sisi lain pembangunan infrastrutur mampu meningkatkan omzet penjualan seperti halnya UMKM khas seperti produsen amplang. Salah satu contoh UMKM yang merasakan langsung dampak positif pembangunan IKN adalah “Jo Noleh”, produsen yang berlokasi di Desa Argo Mulyo, Kecamatan Sepaku.
Produksi usaha ini mencapai 1.000 bungkus per bulan dan mengalami peningkatan pendapatan hingga tiga kali lipat sejak pembangunan IKN dimulai, dengan dukungan signifikan dari pemerintah. Namun beberapa UMKM juga mengalami rentan ketahanan dalam usaha akibat degradasi lingkungan dari pembangunan infrastruktur
Kisah UMKM serupa yang merasa bahwa pembangunan infrastruktur membawa dampak positif bagi pembangunan namun juga terimbas negatif yang tidak mempunyai ketahanan seehingga terpinggirkan meski IKN dibangun di tengah-tengah mereka.
Dalam sebuah penelitian ilmiah berjudul Model IPAT dan Ekonometrik Ugkap Akar Masalah Profitabilitas dengan Return on Asset (ROA) dan Insolvensi dengan (Z-Score Altman), untuk memahami dinamika ini secara sistematis, tim peneliti yang terdiri dari Kurniawan Prambudi Utomo, SE, MM, dan M. Aziz Winardi SE, MM, Dr. Suhardoyo dan Mic Finanto Ario Bangun S Psi, M, MSi mengembangkan pendekatan unik: mengadaptasi model IPAT (Impact = Population × Affluence × Technology) yang biasanya digunakan untuk analisis lingkungan ke dalam konteks ekonomi mikro.
“Kami ingin melihat, sejauh mana perubahan populasi, tingkat kesejahteraan, dan akses teknologi akibat pembangunan IKN berdampak langsung pada keberlangsungan UMKM,” jelas Kurniawan Prambudi Utomo, ketua tim peneliti, saat ditemui di lokasi survei.
Hasil analisis ekonometrik menunjukkan bahwa: Perubahan pola konsumsi (Affluence) akibat masuknya pekerja berpenghasilan tinggi menggeser preferensi ke produk modern, bukan produk lokal dan situasi keuangan UMKM di sekitar IKN menunjukkan hasil yang cukup beragam.
Berdasarkan analisis menggunakan Z-Score Altman, sebanyak 50,6 persen UMKM tercatat dalam kondisi aman, artinya mereka memiliki kinerja usaha yang stabil dengan risiko kebangkrutan yang rendah. Meski begitu, tidak sedikit juga UMKM yang masih menghadapi tantangan. Sebanyak 36,5 persen termasuk kategori rentan, yang menggambarkan adanya tekanan keuangan dan potensi penurunan performa.
Bahkan, 12,9 persen UMKM masuk kategori bangkrut, dengan kondisi keuangan yang rapuh dan membutuhkan perhatian serius agar tidak benar-benar gulung tikar. Temuan ini memberi gambaran bahwa meski mayoritas UMKM relatif aman, kelompok yang rentan dan bangkrut harus segera mendapat intervensi agar keberlanjutan usaha tetap terjaga di kawasan IKN dan hanya beberapa UMKM yang telah memanfaatkan teknologi digital, membuat mereka kalah cepat dalam merespons perubahan pasar.
“Tanpa intervensi, risiko insolvensi (ketidakmampuan bayar utang) pada UMKM lokal bisa meningkat hingga dua kali lipat dalam 3 tahun ke depan,” tegas M. Aziz Winardi.
Kolaborasi dengan Otorita IKN
Penelitian ini tidak berjalan sendiri. Tim menjalin kerja sama dengan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) dengan bantuan Direktur Pemberdayaan Masyarakat Dr. Conrita Ermanto M. Si yang mendukung akses data, fasilitasi lapangan, dan diskusi kebijakan.
Dr. Suhardoyo yang didamping Mic Finanto Ario Bangun M. MSi menekankan pentingnya kolaborasi, “Kami tidak ingin riset ini hanya berakhir di jurnal ilmiah. Kami ingin hasilnya menjadi dasar kebijakan nyata yang melindungi UMKM.”
Dalam pertemuan pada 21 Juli 2025, tim peneliti menyampaikan rekomendasi di kantor Deputi Pemberdayaan Masyarakat OIKN, antara lain:
1. Program Digitalisasi UMKM Lokal yaitu pelatihan pemasaran digital, integrasi dengan aplikasi lokal, dan bantuan perangkat.
2. Zona Ekonomi Khusus untuk UMKM dengan Area strategis di sekitar kawasan kerja dan hunian yang diperuntukkan khusus bagi pelaku usaha lokal.
3. Kemitraan dengan Kontraktor dengan mendorong kontraktor proyek IKN membeli bahan lokal (seperti makanan, perlengkapan, jasa) dari UMKM setempat.
4. Pembiayaan Mikro Berbasis Risiko Insolvensi yaitu dengan skema pinjaman lunak dengan pendekatan prediktif berdasarkan model Z-score yang dikembangkan dalam penelitian.
Respons Otorita IKN
Dalam menanggapi, Staff Otorita Pemberdayaan Masyarakat OIKN, Ronny Apriyansyah, S.IP menyambut baik hasil penelitian ini. Otorita sudah banyak memberikan dampingan dan pelatihan kepada pelaku UMKM dan Kami sepenuhnya setuju bahwa pembangunan IKN harus inklusif. UMKM lokal bukan penonton, tapi harus menjadi bagian dari ekosistem ekonomi kota baru.
Temuan ini akan disinergikan menjadi dasar penyusunan Roadmap Pemberdayaan UMKM IKN ke depan, dan Pembangunan Ibu Kota Nusantara bukan sekadar soal gedung megah dan teknologi canggih. Keberhasilannya harus diukur dari seberapa banyak masyarakat lokal yang terangkat kesejahteraannya, kebijakan pro UMKM yang berbasis data dan kolaborasi nyata, “IKN berisiko menjadi kota tidak yang maju, tapi adil,” ujarnya.
Dengan dukungan riset, komitmen otoritas, dan semangat pelaku usaha, harapan agar IKN menjadi kota masa depan yang berkelanjutan, inklusif, dan manusiawi masih terbuka lebar.