LEBAK-AKSIKATA,COM- Masyarakat adat Baduy menolak bantuan dana desa (DD) sebesar Rp2,5 miliar yang diberikan oleh pemerintah guna peningkatan kualitas pembangunan desa.
Alasan mereka lebih dikarenakan bantuan itu berbenturan dengan aturan adat.
Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Jaro Oom menyatakan bahwa memang benar adanya bahwa Baduy sudah sejak lama tidak menerima bantuan dana desa
“Hante, hante masuk, atu sulit dicaritakeunana (tidak, tidak masuk DD ke Pemdes Kanekes, ya sulit diceritakannya). Intinya sulitnya itu karena berbenturan dengan aturan adat,” jelas Jaro dalam keterangannya, pada pertengahan Februari silam.
Walaupun dana desa diperuntukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menurut Oom, akan tetapi warga Baduy lebih memilih untuk menjalankan kehidupan mereka sejalan dengan adat dan tradisi yang sudah ada, tanpa adanya campur tangan dana dari luar.
“Kami menghargai bantuan yang diberikan, tetapi kami lebih memilih untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan kami tanpa melibatkan dana dari luar, termasuk dana desa,” ungkap Jaro.
Penolakan masyarakat Adat Baduy melalui Desa Kanekes ini bukan yang pertama kali.
Penolakan DD oleh Desa Kenekes sudah terjadi beberapa kali pada tahun 2017 hingga 2022.
Penolakan DD oleh Adat Baduy bukanlah memiliki arti menolak bantuan melainkan untuk menjaga berjalannya kearifan lokal yang sangat kuat dan mereka memilih untuk hidup mandiri dan menghindari ketergantungan pada dana dari luar.
“Tidak mau disulitkan dengan berbagai administrasi terkait dengan penerimaan DD yang bersumber dari pemerintah pusat,” tandas Jaro.
Kabid Pembinaan Kerja Sama dan Pengelolaan Keuangan Aset Desa DPMD Kabupaten Lebak, Zamroni, memberikan pernyataan bahwa penolakan dari masyarakat Baduy ini wajib dihargai dan dipahami.
Zamroni beranggapan bahwa ada empat bantuan dana untuk Desa Adat Baduy, yang pertama Dana Desa (DD) dari pemerintah pusat, Alokasi Dana Desa (ADD), Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Kabupaten Lebak dan Bantuan Provinsi Banten.
“Kami telah mengusulkan dana desa untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan di Desa Kenekes,akan tetapi kami menghormati keputusan masyarakat Baduy. Kami tetap akan menjaga komunikasi dan mencari jalan keluar yang terbaik sesuai dengan keinginan masyarakat,” ungkap Zamroni.
Zamroni juga menerangkan bahwa walaupun masyarakat Baduy menolak dana desa, pemerintah daerah tetap mendukung usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pendekatan yang selaras dengan kearifan lokal.
“Baduy tidak menerima Dana Desa sejak 2017. Tetapi pusat selalu mengirimkan DD tersebut, tetapi memang tidak diterima. Menurut informasi ada penolakan, sehingga tidak mau menggunakan DD dari pusat. Karena baduy sifat pembangunan tradisional dan Baduy juga tidak mau membuat surat pertanggungjawabannya,” tutur Zamroni.
Untuk diketahui DD dari pemerintah pusat yang diterima Desa Kanekes merupakan yang paling besar, sebesar Rp2,5 miliar.
Penetapan DD yang besar disesuaikan indikator, yakni jumlah penduduk, kemiskinan, letak geografis dan kesejahteraan.
“Uang itu sebesar Rp 2,5 miliar paling besar di Lebak dan tidak diterima akhirnya tetap tersimpan di kas KPPN Rangkasbitung. Karena uang itu, bukan dana hibah dan harus dipertanggungjawabkan,” terang Zamroni.
“Kami akan tetap memantau dan memberikan dukungan yang dibutuhkan, namun tetap menghormati kebijakan dan keputusan yang diambil oleh masyarakat Baduy,” kata Zamroni lagi.
“Kami akan tetap memantau dan memberikan dukungan yang dibutuhkan, akan tetapi kami akan tetap menghormati kebijakan dan keputusan yang diambil oleh masyarakat Baduy,” pungkas Zamroni.(dps)
Foto : Pengetahuan