Komunitas Sahabat Sampah Bekasi, Gerakan Nyata Peduli Lingkungan dan Edukasi Masyarakat

BEKASI, AKSIKATA.COM – Di tengah tantangan permasalahan sampah di Kota Bekasi, Komunitas Sahabat Sampah hadir sebagai motor penggerak kepedulian terhadap lingkungan. Diprakarsai oleh Lestia Dewi sejak 2014, komunitas ini mengusung berbagai program inovatif yang tidak hanya berfokus pada pengelolaan sampah, tetapi juga pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan yang produktif.

“Komunitas ini bergerak di bidang lingkungan, dengan kegiatan utama seperti pengelolaan bank sampah, kelompok wanita tani, budidaya ikan, hingga budidaya maggot. Bank sampah menjadi salah satu ujung tombak, di mana sampah yang sudah dipilah dari rumah memiliki nilai ekonomi,” ujar Lestia Dewi.

Tidak hanya mengelola sampah, Komunitas Sahabat Sampah juga memanfaatkan lahan tidak produktif untuk dijadikan lahan pertanian modern berbasis hidroponik. Program ini dikelola oleh Kelompok Wanita Tani, yang sebagian besar anggotanya adalah warga setempat. Sementara itu, budidaya ikan dan maggot menjadi salah satu bentuk usaha kreatif untuk mendukung ekonomi sirkular dan ketahanan pangan lokal.

Lestia menjelaskan bahwa siapapun dapat bergabung dengan Komunitas Sahabat Sampah. Untuk pengelolaan bank sampah, partisipasi tidak terbatas hanya pada warga RW setempat, tetapi juga dari sekolah-sekolah dan lingkungan di luar RW. Sedangkan untuk kelompok wanita tani dan budidaya, keanggotaan dikhususkan bagi warga yang berdomisili di wilayah tersebut.

“Selain menerima sampah dari berbagai pihak, kami juga membuka program eduwisata. Banyak sekolah berkunjung ke sini untuk belajar cara memilah sampah, membuat eco-enzim, hingga praktik hidroponik,” imbuhnya.

Bank Sampah

Kegiatan pengumpulan sampah rutin dilakukan setiap bulan pada minggu kedua. Syarat utama menjadi nasabah bank sampah adalah memilah sampah dari rumah sesuai dengan kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2019. Hal ini bertujuan memudahkan proses daur ulang serta mengubah perilaku masyarakat untuk lebih peduli terhadap sampah.

Lestia Dewi menuturkan bahwa pendirian komunitas ini berawal dari situasi darurat sampah pada tahun 2014. “Saat itu, kondisi sampah sangat parah. Bahkan, truk sampah sampai harus datang tiga kali seminggu untuk mengangkut sampah dari rumah warga,” kenangnya.

Melalui pendekatan edukatif dan kolaboratif, Lestia berupaya mengubah mindset masyarakat tentang pengelolaan sampah. Kini, berkat upaya tersebut, sampah diambil seminggu sekali dalam kondisi sudah terpilah.

Meski sudah banyak upaya dilakukan, Lestia menilai persoalan sampah tetap menjadi tantangan besar di Kota Bekasi. Menyoroti penutupan Bantar Gebang, ia mengatakan bahwa sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh masyarakat. Namun, ia menekankan pentingnya dukungan dari pihak berwenang.

“Pemerintah harus mengevaluasi kenapa bank sampah banyak yang mati. Sosialisasi butuh dana, sementara para penggiat lingkungan bergerak menggunakan modal pribadi,” tegas Lestia. Baginya, dukungan seperti fasilitas, asuransi kesehatan, dan anggaran program sangat dibutuhkan agar komunitas dapat terus bergerak.

Komunitas yang bertahan

Saat ini, Kota Bekasi memiliki sekitar 60 komunitas pengelolaan sampah yang terdaftar. Namun, menurut Lestia, tidak semua komunitas mampu bertahan karena keterbatasan dukungan. “Kalau modal hanya dari kantong pribadi, apalagi pas pandemi kemarin, pasti cepat habis. Padahal, komunitas ini sudah membantu pemerintah dalam mengatasi masalah sampah,” pungkasnya.

Dengan semangat gotong royong dan kepedulian terhadap lingkungan, Komunitas Sahabat Sampah Bekasi menjadi contoh nyata bahwa gerakan kecil dari masyarakat dapat membawa dampak besar bagi lingkungan. Dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak menjadi kunci keberlanjutan upaya ini demi mewujudkan Kota Bekasi yang lebih bersih dan sehat.

Penulis : Dwi Gita Adelliana, Karina Kusuma Putri,  Salsabila Rahma Dina