KPK : Negara Rugi Lebih Dari 20 Triliun Karena Penyelewengan Dana JKN

foto : Aktual

JAKARTA-AKSIKATA.COM- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menemukan berbagai dugaan penyelewengan atau fraud dalam proses pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di seluruh Indonesia oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kerugian negara ditaksir hingga mencapai Rp20 triliun.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam hal ini menyatakan bahwa dari dana sekitar Rp150 triliun untuk menopang pelayanan fasilitas kesehatan, ditemukan adanya fraud senilai Rp20 triliun.

“Kerugian dari fraud di bidang Kesehatan ini diduga adalah 10 % dari pengeluaran untuk kesehatan masyarakat, dan itu berarti sekitar Rp20 triliun secara nominal,” kata Alexander saat memberikan sambutannya di acara Pertemuan Nasional Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan 2024, berlokasi di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada hari Kamis 19 September 2024.

“Kasus yang terindikasi belum pernah tersentuh adalah dalam pelayanan jaminan kesehatan, di mana ada dugaan manipulasi atau phantom billing yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan (faskes), baik di wilayah pusat maupun wilayah daerah yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,” sambung Alexander.

Alexander mengungkapkan pula bahwa fraud lainnya yang sering terjadi berupa memanipulasi data peserta serta melakukan pemanfaatan layanan yang tidak seharusnya diperlukan untuk mengambil keuntungan, seperti tindakan medis yang kurang tepat guna dan berlebihan, atau pemberian obat-obatan yang tidak dibutuhkan oleh pasien.
Untuk menangani hal ini, KPK terus berkesinambungan melakukan usaha-usaha tindak pencegahan melalui pembangunan ekosistem yang berintegritas dengan stakeholder bersangkutan sehingga mampu mengurangi risiko kecurangan serta tindak pidana korupsi.

“Saya tekankan dalam hal ini, pemberantasan korupsi bukan tugas KPK saja, tapi tugas kita semua. Anda semua tidak selazimnya tutup mata ketika tahu terjadi praktek kecurangan, segera laporkan ke BPJS, saya rasa sekarangpun sudah tersedia fitur semacam Whistle Blower System (WBS). Kalau bisa diingatkan dan dicegah sejak awal mungkin lebih baik,” ujar Alexander . (dn)