ICW : Capim KPK kok Kandidatnya Lebih Banyak Dari Aparat ?

foto dari Pontas.id

JAKARTA-AKSIKATA.COM- Indonesia Corruption Watch (ICW) , sebuah organisasi pemantau korupsi di Indonesia yang cukup disegani, kembali memberikan sorotan atas penyelenggaraan seleksi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini disebabkan karena panitia seleksi (pansel) diduga lebih memilih kandidat capim KPK yang berlatar belakang penegak hukum.

“Dari total 20 orang kandidat calon komisioner KPK, 45 persen atau diperkirakan sekitar sembilan orang diantaranya berasal dari golongan penegak hukum, baik yang masih aktif maupun yang sudah purna tugas,” kata peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya, hari ini.

ICW pun sudah mencoba mempertanyakan sikap pada juri dalam seleksi itu. Menurut Kurnia, pansel dinilai sesat pikiran jika mau mengutamakan penegak hukum. “Bila itu benar adanya, maka diperkirakan akan ada sejumlah potensi pelanggaran dan kesesatan berpikir pada cara pandang tersebut,” ucap Kurnia.

Komposisi calon pimpinan yang terlalu didominasi penegak hukum juga dinilai akan jadi penilaian buruk di kalangan masyarakat. Karena proses seleksi akan dinilai diintervensi oleh pihak- pihak lain.

“Adapun yang dimaksud intervensi bisa berasal dari pihak mana saja. Seperti contoh kalangan eksekutif atau mungkin pimpinan aparat penegak hukum,” ujar Kurnia.

Komposisi yang terlihat terlalu banyak diisi oleh penegak hukum itu juga dinilai mengartikan bahwa pansel tidak memahami ruang lingkup KPK.Dikarenakan tidak adanya aturan yang menjelaskan bahwa lembaga itu harus dipimpin aparat.

“Di dalam UU KPK memang tidak ditemukan satupun adanya pasal yang mewajibkan kalangan aparat penegak hukum untuk bisa turut bertugas mengisi struktur kepemimpinan KPK,” tegas Kurnia.

ICW menegaskan sorotan komposisi penegak hukum ini penting. ICW merasa khawatir akan terjadi adanya loyalitas ganda di KPK nantinya.

“Sudut pandang serta anggapan tersebut justru membuka ruang terjadinya konflik kepentingan dan loyalitas ganda. Simplenya, bagaimana kita bisa memastikan adanya independensi komisioner yang berasal dari penegak hukum jika kemudian hari KPK mengusut dugaan tindak pidana korupsi di instansi asalnya?” kata Kurnia secara tegas. (dn)