JAKATA, AKSI KATA.COM – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) mendukung penyelenggaraan ‘1st Tlilir Art & Culture Festival’ yang merupakan event berbasis pariwisata yang digerakkan oleh masyarakat.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno dalam pernyataannya di Jakarta, Minggu (3/9/2023) menjelaskan selaras dengan berkembangnya seni dan budaya, Tlilir terus memproklamirkan diri sebagai desa wisata kampung tembakau.
“Saya berharap dengan adanya dukungan dan kolaborasi berbagai pihak, Tlilir Art & Culture Festival menjadi momen tak terlupakan bagi seluruh peserta dan pengunjung,” ujar Menparekraf Sandiaga.
Ajang festival budaya Tlilir Art and Culture Festival bertajuk “From Village to The World” diharapkan menjadi daya tarik pariwisata baru bagi Kabupaten Temanggung sekaligus mendukung upaya pemerintah dalam mencapai target 1,2 miliar sampai 1,4 miliar pergerakan wisatawan nusantara (wisnus) pada tahun ini.
Festival perdana yang berlangsung pada 1-3 September 2023 di Desa Tlilir, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, ini terbilang unik karena lokasinya yang berlatar belakang puncak Gunung Sumbing.
Tak hanya itu, venue untuk panggung maupun penonton berada di atas atap rumah-rumah warga yang sehari-harinya biasa digunakan untuk menjemur tembakau. Sebagaimana diketahui, Temanggung merupakan daerah penghasil tembakau dan Tlilir juga dikenal sebagai desa penghasil tembakau terbaik dengan produk unggulan tembakau Srintil.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf/Baparekraf, I Gusti Ayu Dewi Hendriyani dalam sambutannya di lokasi festival pada Sabtu (2/9) menyampaikan, event festival budaya merupakan bagian dari 3A (Akses, Atraksi, Amenitas) dan menjadi unsur penting untuk memajukan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia.
Ia juga menilai, event festival Tlilir sebagai wujud inovasi dan adaptasi terhadap tren perubahan sikap wisatawan pascapandemi dalam berwisata yang bersifat personalize, customize, localize dan smaller in size.
“Wisatawan pascapandemi cenderung lebih menyukai aktivitas pariwisata luar ruangan atau outdoor dan suasana di Tlilir cocok untuk pengembangan desa berbasis ecotourism,” tuturnya.
Dewi menambahkan, Kemenparekraf mengapresiasi dan mendorong keberlanjutan event Tlilir Art & Culture Festival serta mengajak seluruh stakeholder pariwisata untuk berkolaborasi.
“Kami berharap festival ini berkelanjutan sehingga bisa menjadi event tahunan di Jawa Tengah dan khususnya di Temanggung, serta bisa mendatangkan banyak pengunjung dari berbagai daerah. Sehingga, pada akhirnya akan bisa mendukung pencapaian target 1,2 miliar-1,4 miliar pergerakan wisnus pada 2023. Kami di kementerian akan mendukung dari aspek publikasi, promosi, dan dukungan lainnya,” kata Dewi.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Temanggung Hendra Sumaryana menambahkan, selain perbaikan aksesibilitas, pihaknya akan mengupayakan agar event festival tersebut semakin banyak diketahui masyarakat luar sehingga multiplier effect -nya tidak hanya dirasakan di kabupaten saja tapi secara nasional.
“Temanggung punya dua hal yang unik dan mendunia yaitu tembakau dan kopi. Event ini juga menjadi bagian yang bisa ‘dijual’ dan dipromosikan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Tlilir Fatur Rohman mengungkapkan, keindahan alam dan tembakau yang mendunia menjadi daya tarik tak hanya bagi wisnus melainkan juga wisatawan mancanegara (Wisman).
Menurutnya, Wisman yang pernah datang ke Desa Tlilir diantaranya berasal dari Belanda, Belgia, Jerman, Rusia, Ukraina, dan Australia. Bagi turis yang ingin menginap, Desa Tlilir saat ini juga memiliki 12 homestay.
Libatkan Masyarakat
Ajang 1st Tlilir Art and Culture Festival yang diselenggarakan oleh Heavenly Indonesia, Pemerintah Desa Tlilir dan Travelita Pegiat Pariwisata Temanggung, mendapat dukungan penuh Kemenparekraf.
Festival ini menarasikan ‘Tlilir: Tembakau, Tradisi, dan Takdir’, serta mengampanyekan ‘Sustainability & Eco-Friendly Event’, di mana berbagai ornamen dan dekorasi venue event ini seluruhnya menggunakan material dari bambu.
Selama tiga hari digelar serangkaian acara, di antaranya konser musik etnik dengan line up Irene Ghea x Arlida Putri, Orkes Sinten Remen, dan Jogja Hip Hop Foundation.
Hadir juga outdoor fashion show dari perancang busana nasional dan lokal yang bertema ordinary traveling. Pengunjung juga bisa menikmati drama musikal yang melibatkan penduduk setempat mulai dari pelajar hingga orang tua.
Tak kalah menarik juga ada festival kuda lumping serta festival UMKM yang menyuguhkan kuliner khas Temanggung, produk kerajinan dari tembakau, dan fesyen.
Ridlo Amiruddin, Direktur Digra Sinergi Harsa selaku penyelenggara Tlilir Art & Culture Festival menyampaikan, event yang bakal digelar secara tahunan ini merupakan pesta rakyat kesenian dan kebudayaan yang berbasis pada community based tourism.
“Local wisdom sangat kami perhatikan, misal untuk outdoor Fashion Show saja kita bekerja sama dengan pemuda pemudi Karang Taruna, Ibu-ibu PKK, dan Kelompok Wanita Tani. Mereka kita edukasi hanya dalam tiga hari saja namun hasilnya cukup memuaskan kita di catwalk,” ujarnya.
Ridlo menambahkan, untuk penyelenggaraan tahun depan, pihaknya tetap akan menjaga komitmen untuk membangun event yang berbasis pada pariwisata berkelanjutan serta akan lebih banyak bersinergi lagi dengan para stakeholder.
“Untuk penyelenggara event tahun depan jadwalnya akan kita ajukan pada Juli agar menjadi beberapa rangkaian event di lereng gunung di pulau Jawa, seperti Festival 7 Gunung dan Dieng Culture Festival. Ini penting, agar wisatawan adventure dan minat khusus kian bertumbuh,” katanya.