Buku “Perjuanganmu Kuteruskan Sampai Akhir Zaman” Memoar Napak Tilas Perjuangan Tentara Republik Indonesia Pelajar dalam Perang Kemerdekaan

JAKARTA, AKSI KATA. COM –  menyambut HUT RI ke -78, Pengurus Pusat Paguyuban Mas TRIP (Tentara  Republik Indonesia Pelajar ) dan Rayyana Publishing bekerja sama dengan keluarga besar
(Alm) Roestono Soeparto Koesoemo yang merupakan salah satu pejuang TRIP, meluncurkan  buku berjudul “Perjuanganmu Kuteruskan Sampai Akhir Zaman”.

Buku tersebut merupakan catatan tentang Perjuangan
Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dalam Perang Kemerdekaan I 1947.
Buku yang diadaptasi dari naskah asli yang ditulis secara langsung pejuang TRIP (Alm)
Roestono Soeparto Koesoemo dalam mendeskripsikan berbagai peristiwa monumental bagi  garda terdepan pejuang kemerdekaan pada fase Perang kemerdekaan (1945-1949) yang
dinarasikan dalam Bahasa Inggris berjudul – The Uneven Battle Along Mt. Salak Street, Malang,  and the Surrounding Area Thursday, July 31, 1947; TRIP face-to-face with The Dutch Colonial Forces, yang dirampungkan dalam kurun waktu 10 tahun, yakni dari 31 Juli 1992 – 31 Juli 2002.
Naskah tesebut  kemudian dikembangkan dan menjadi sebuah karya sastra memoar
perjalanan perjuangan kemerdekaan dari sudut pandang pejuang kemerdekaan yang terjun  langsung sebagai bagian dari Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP).

Ketua Panitia sekaligus penggagas, Prof. Dr. Prasetio mengungkapkan,  membaca karya ini bagaikan mengendarai sebuah mesin waktu yang membawa pembaca
bukan hanya ke era perjuangan penyusun buku ini dan rekan-rekan seperjuangan, namun juga bagaikan membawa pembaca kembali ke napak tilas perjuangan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

“Filosofi dari diluncurkannya karya sastra ini adalah tentang sprit melanjutkan estafet
perjuangan dimana beliau (Alm Bapak Roestono) ingin memastikan generasi pendahulu yang telah gugur, dan generasi masa depan yang kala itu bahkan belum dilahirkan, dapat bertemu  tatap, berjabat tangan, dan saling serah-terima tongkat estafet makna dan manifestasi
perjuangan,” tutur Prof. Dr. Prasetio.

Menurut Prof. Dr. Prasetio yang saat ini menjabat sebagai Direktur Keruangan & Manajemen Risiko Garuda Indoensia, buku ini mengabadikan sepak terjang perjalanan perjuangan
pasukan TRIP, mulai dari Surabaya pada medio Oktober 1945, hingga peran TRIP dalam
melindungi gerakan mundur pasukan Republik dari Surabaya menuju kantung-kantung
perlawanan di kedalaman hutan belantara gunung dan lembah, hingga penyerahan
kedaulatan pada 27 Desember 1949.

“Di buku ini secara detail diceritakan bagaimana pasukan ini berjalan kaki, melintasi ratusan kilometer jalan setapak di belantara hutan rimba yang penuh onak duri dan binatang berbisa. Berjalan di desa yang berlumpur dan kadang di aspal panas yang membara, seringkali tanpa  alas kaki apalagi sepatu, dengan senjata tersandang setia di bahu. Dalam beberapa etape,
perjalanan tersebut bahkan sambil harus menarik dan mendorong meriam penangkis
serangan udara, seraya terus bergerak senyap sebagai kesatuan gerilya, menggempur, dan menghilang, menebar frustasi dan ketakutan di pihak pasukan penjajah!“ kata Pras yang mengutip salah satu episode di buku ini.

“Buku setebal 766 halaman yang digarap selama lima bulan ini memberikan kejutan dan
kebanggaan bagi sejumlah pihak, khususnya keluarga besar Paguyuban Mas TRIP”, ungkap
Pras.

Hayono Isman, Wakil Ketua Pembina PP Paguyuban Mas TRIP yang juga Menteri Pemuda dan  Olahraga Republik Indonesia Kabinet Pembangunan VI, 1993-1998 dalam sambutan buku ini
menyebutkan karya ini merupakan sebuah bentuk ekspresi solidaritas yang mengharukan, dari seorang comrade in-arms yang pernah berjuang bersama-sama dengan (alm) ayahnya,  Mas Isman dan segenap jajaran TRIP, dalam mengabadikan semangat pengabdian, solidaritas,
dan darmabakti kepada nusa dan bangsa tercinta.

“Memoar yang (Alm) Roestono susun ini sekaligus merupakan testamen dari sebuah episode
pengorbanan yang tulus dari para patriot remaja yang menolak tinggal diam tatkala bangsanya akan dijajah kembali, ” tegasnya.

Melalui buku ini, tambah Hayono, diharapkan kita semua menjadi lebih bermawas diri bahwa
kemewahan berupa kemerdekaan yang kita nikmati kini, tidak datang dengan cuma-cuma begitu saja. “Jangan sampai terlupakan, betapa dahulu, terdapat sebuah generasi emas, terdiri dari para pelajar pejuang yang tidak sempat menggenggam dan asyik dengan
smartphone, tetapi tabah berjuang dengan stengun dan karabin tersandang, menyabung
nyawa di garis depan, sembari terus belajar dengan tekun di bawah hujan mortir dan mitraliur
yang mematikan. Demi bangsanya tetap merdeka!” tegasnya dalam sambutan di buku ini.
Sementara Ketua Umum Pengurus Pusat Paguyuban Mas Trip yang juga Deputi Gubernur
Senior (DGS) Bank Indonesia, Destry Damayanti mengatakan buku ini berperan penting dalam
menjembatani estafet semangat perjuangan, dari Angkatan ‘45 ke generasi milenial di abad
ke-21 ini. “Buku ini diharapkan menjadi media agar estafet semangat perjuangan dan rasa
cinta tanah air dapat terus berjalan berkesinambungan, menghubungkan dua generasi yang berbeda zaman,”  papar Destry.

Destry  mengutip pernyataan Proklamator, Bung Karno, ‘Beri aku 10 pemuda, maka akan
kuguncang dunia’ yang ia yakini pada era masa lalu para pemuda berjuang mempertahankan
kemerdekaan, pemuda era abad 21 harus memberikan darmabakti dalam wujud yang lain,
mengisi kemerdekaan.
Ditambahkan Destry, selaku pengurus Paguyuban Mas TRIP, karya ini memiliki nilai sejarah
yang tak ternilai harganya. “Di buku ini memuat daftar yang cukup terperinci mengenai
kontribusi para eksponen TRIP (khususnya dalam periode 1976-1986) di berbagai wilayah
pedesaan tempat mereka dahulu berjuang. Bentuk kontribusi ini cukup banyak dan beragam,
rata-rata berupa bangunan sekolah, balai desa, fasilitas kesehatan masyarakat, dan lain
sebagainya. Tentunya, seluruh kontribusi eksponen TRIP tersebut memerlukan perawatan dan pemeliharaan.” katanya dalam sambutan di buku ini.

Sementara menurut Milono Hariadianto, ahli waris yang juga putera pertama (Alm) Roestono,
setelah terbit buku dan dibuat versi bahasa Indonesia, ada banyak kejutan yang baru ia dan
keluarga besarnya ketahui dan sadari akan perjuangan sang ayah. “Kami sering menangis
bangga dan terharu. Terbayang perjuangan (Alm) Ayah dan teman-temannya dalam kondisi
yang terbatas, pasca-kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya itu, hebatnya lagi ayah bisa
mengisahkan semua itu dalam naskah berbahasa Inggris yang nyaris sempurna selama
sepuluh tahun,” ujar Adi, panggilan akrab Milono.

Ditambahkan Adi, buku ini hadir sebagai amal jariah Alm Ayahnya dan semua pihak, khususnya
apresiasi diberikan kepada yang terlibat penuh, yakni adik iparnya, Prasetio. “Disela-sela
kesibukannya sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk., Prof. Prasetio yang telah menyusun lima buku mampu mengemban amanah
dari kami sekeluarga. Apresiasi juga kepada keluarga besar TRIP, khususnya Bapak Hayono
Isman, Ibu Destry Damayanti dan team penerbit,” tambah Adi.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *