JAKARTA, AKSIKATA.COM – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), kembali menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) Penguatan Karakter.
Diskusi bersama Ekosistem Pendidikan Tahap II di Provinsi Bali ini, sebagaimana pelaksanaan pada tahun sebelumnya di Provinsi Riau.
Tahun ini Puspeka menyelenggarakan DKT dengan tujuan untuk menyosialisasikan materi Profil Pelajar Pancasila khususnya dalam mempercepat penuntasan tiga dosa besar pendidikan.
Selain itu, DKT juga dimaksudkan untuk membangun kolaborasi antarpemangku kepentingan.
Sehingga melalui DKT ini para peserta dapat berbagi praktik baik implementasi penguatan karakter yang telah dilaksanakan pemerintah daerah maupun satuan pendidikan.
Sekretaris Jenderal (Sesjen) Kemendikbudristek, Suharti, mengatakan bahwa penguatan karakter merupakan ruh dan pondasi utama dari pendidikan Indonesia yang tidak terbatas pada kompetensi intelektual.
Ke depan, generasi penerus bangsa harus memiliki pengetahuan dan pemahaman intelektual yang disertai dengan karakter yang kuat berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
“Untuk kita bisa menciptakan generasi yang berkarakter dan unggul di masa depan, bisa dimulai dari lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Hal itu tidak bisa hanya dilakukan dengan cara kolaborasi dan gotong royong antara pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikbudristek, dengan pemerintah daerah, organisasi mitra satuan pendidikan, dab masyarakat,” ujarnya saat ketika membuka kegiatan DKT Penguatan Karakter bersama Ekosistem Pendidikan di Seminyak, Bali, Kamis (25/5/2023).
Kepala Puspeka Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami, turut menyampaikan hal senada.
Menurutnya, upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan membutuhkan peran dan pelibatan dari seluruh ekosistem pendidikan.
Apalagi dunia pendidikan di tanah air saat ini masih dihadapkan pada berbagai persoalan isu di antaranya meliputi tiga dosa besar pendidikan yaitu perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi.
Berdasarkan hasil Asesmen Nasional tahun 2021, sebanyak 24,4 persen siswa berpotensi mengalami perundungan dalam satu tahun terakhir.
“Inilah yang sebenarnya menjadi urgensi bagi kita untuk bersama-sama saling berkolaborasi menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Harapannya, kita akan mampu menghasilkan generasi yang berkualitas dan memiliki karakter kuat,” tegasnya.
Demi menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, Kemendikbudristek telah menerbitkan dua kebijakan. Pertama, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Kedua, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Salah satu implementasinya ialah pembentukan satuan tugas (satgas) PPKS di seluruh perguruan tinggi negeri serta diikuti oleh pembentukan satgas di sejumlah perguruan tinggi swasta.
Selain itu, Kemendikbudristek juga bekerja sama dengan United Nations Children’s Fund (Unicef) Indonesia sejak tahun 2021 dalam menerapkan program Roots Anti Perundungan.
Program ini telah melahirkan 13.800 guru yang dilatih sebagai fasilitator guru dan 43.400 siswa agen perubahan dengan keterjangkauan bimbingan teknis di 7.400 satuan pendidikan di seluruh Indonesia.
Berikutnya, dalam upaya meningkatkan iklim kebinekaan di lingkungan pendidikan, Kemendikbudristek telah melaksanakan program penguatan perspektif kebinekaan dengan melatih 28.254 guru dalam program Pendidikan Profesi Guru (PPG), 1.576 guru dari Program Sekolah Penggerak, dan 5.211 guru dari Guru Penggerak melalui Modul Wawasan Kebinekaan Global.
Diungkapkan Rusprita, berbagai capaian tersebut merupakan hasil dari kolaborasi dan implementasi praktik baik yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan satuan pendidikan.
“Semoga kita semua dapat meneruskan upaya bersama dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan demi mewujudkan generasi Indonesia yang unggul dan berkarakter,” tandasnya.
Kegiatan DKT Penguatan Karakter Bersama Ekosistem Pendidikan Tahap II ini dilakukan sejak tanggal 25 sampai dengan 27 Mei 2023.
Kegiatan DKT diikuti secara luring oleh 118 peserta dari 44 daerah, terdiri atas perwakilan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, serta Unit Pelaksana Teknis Kemendikbudristek dan Organisasi Mitra Kemendikbudristek.
Sementara itu, sebanyak 66 peserta dari 33 daerah mengikuti secara daring yang terdiri atas perwakilan Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota di Provinsi Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Tengah.
Praktik Baik Penguatan Karakter Satuan Pendidikan
Kepala Dinas Pendidikan Kota Blitar, Samsul Hadi, mengungkapkan bahwa daerahnya telah memiliki Peraturan Walikota Blitar Nomor 35 Tahun 2022.
Yaitu tentang Penguatan Pendidikan Karakter melalui program sekolah yang religius, nasionalis, dan berbudaya.
Regulasi tersebut sebagai wujud komitmen dalam mengimplementasikan penguatan karakter di lingkungan pendidikan.
“Kami juga memiliki program Serenada (Sekolah Religius, Nasionalis, dan Berbudaya) yaitu program gerakan pembentukan penguatan karakter bagi peserta didik yang terinternalisasi dalam pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler melalui pembiasaan tiga pilar penguatan yaitu pilar satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat,” papar Samsul.
Senada dengan itu, Agen Penguatan Karakter Puspeka dari SMK Negeri 3 Singaraja, Luh Eka Yanthi, memaparkan bahwa salah satu program penguatan karakter yang dilaksanakan di sekolahnya yaitu Spirit Morning.
Spirit Morning menjadi wahana bagi sekolah untuk melatih kesiapan fisik dan kesiapan mental peserta didik agar siap terjun di masyarakat dan dunia kerja.
“Program Spirit Morning ini sudah menunjukkan hasil, di antaranya, knowing the good yakni peserta didik tidak hanya tahu tentang hal-hal yang baik tetapi siswa memahami mengapa melakukan itu. Feeling good yaitu membangkitkan rasa cinta peserta didik untuk melakukan hal baik. Lalu, action good yakni peserta didik dilatih untuk berbuat mulia, berbuat sesuatu yang baik secara konsisten,” katanya.
Kepala SMA Negeri 1 Wonosari Muhammad Taufik Salyono menyatakan bahwa salah satu sarana paling efektif dalam menyampaikan pesan-pesan penguatan karakter dan anti kekerasan kepada peserta didik yaitu melalui kesenian, seperti kesenian wayang yang ditampilkan oleh siswa agen perubahan pada saat kegiatan Roots Day.
“Yogyakarta itu kental dengan keseniannya, terutama wayang. Jadi, selain kita melestarikan budaya, kita juga bisa sekaligus menyebarluaskan pesan-pesan penguatan karakter dan juga anti kekerasan, khususnya anti-perundungan kepada para peserta didik sebagai tindak lanjut dari kegiatan bimtek Roots yang kita ikuti dari Kemendikbudristek,” pungkas Taufik.***