JAKARTA, AKSIKATA.COM – Gerakan rakyat dan mahasiswa yang menjatuhkan Orde Baru dan Soeharto tidak behasil sepenuhnya mewujudkan agenda reformasi.
Gagalnya gerakan reformasi yang dikehendaki, yakni ‘reformasi total’ membuat akhirnya Indonesia kembali ke dalam cengkraman kapitalisme global.
Kadar monopolinya sudah mengkhawatirkan dalam distribusi kekayaan internasional dan nasional.
Demokrasi liberal yang disepakati elit pun masih minus kiri.
Terlebih-lebih amandemen UUD’45 dan UU baru banyak memberikan kemudahan bagi kaum pemodal internasional dan nasional serta menghambat gerakan mahasiswa dan rakyat.
“Memang, agenda gerakan tahun 1980-an sampai 1998, terutama bila ditilik dari program Partai Rakyat Demokratik, telah diabaikan dan oleh elit politik nasional yang didukung oleh Barat.”
Hal ini diungkap oleh Danial Indrakusuma, pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD), menanggapi peringatan 25 tahun kejatuhan Presiden Soeharto 21 Mei, 1998.
“Elit politik Amien Rais yang saat itu ditunggangi kepentingan Amerika dan barat lah yang pertama kali menyatakan gerakan mahasiswa dan rakyat sebagai gerakan reformasi. Karena kekosongan pimpinan gerakan maka cita-cita revolusi diselewengkan para elit politik menjadi hanya reformasi (minus), tanpa menghapus substansi penindasan dan penghisapan oleh Amerika dan barat atas Indonesia,” tegasnya.
Danial Indrakusuma yang masih aktif dalam geralan buruh ini menjelaskan, penyelewengan gerakan mahasiswa dan rakyat diselewengkan kaum elit ‘reformis’ pada saat para pimpinan PRD dipenjara, dan pimpinan bawah tanah diculik aparat Orde Baru.
“Reformasi yang dilanjutkan penggantian UUD 45 menjadi UUD Amandemen adalah agenda Amerika dan barat bertujuan mengamankan kepentingannya yang menindas dan menghisap di Indonesia sampai saat ini. Kaum reformis sejak awal telah khianati selewengkan gerakan 1998,” tegasnya.
Setelah 25 tahun kejatuhan Soeharto, menurutnya, barulah secara nyata disadari bahwa para elit politik sisa orde baru (sebagian ring-1, ring-2 dan ring-3) kembali berkuasa menjadi kaki tangan kepentingan Amerika dan Barat secara bergantian.
Berkuasa dalam sistim kapitalisme tanpa bisa membawa kesejahteraan dan demokrasi yang sepenuh-penuhnya rakyat Indonesia.
“Semua partai politik mengabdi pada kepentingan Amerika dan Barat secara bergantian berebutan kekuasaan lewat sistim Pemilu yang seolah-olah jujur dan adil, padahal semua dibawah kendali kepentingan kapitalis internasional,” ujarnya.
Rakyat pekerja, kaum buruh, kaum tani dan kaum miskin kota menurutnya hanya menjadi pelengkap dalam setiap pemilu untuk memenangkan salah satu boneka barat, dan Amerika merebut kursi di parlemen, kepresidenan dan kabinetnya.
“Kabinet dibentuk dari berbagi kekuasaan dikalangan elit politik semua bertujuan untuk memperkaya diri dan tidak perduli dengan penderitaan rakyat,” ujarnya.
Seolah-olah Indonesia saat ini sudah menjadi negeri yang maju dan demokratis ditengah kemiskinan luas, eksploitasi sumberdaya alam dan manusia, serta dipropagandakan dapat sejajar dengan bangsa eropa dan Amerika.
“Padahal ada jutaan orang tak punya pekerjaan, anak-anak tak bisa lanjut sekolah, layanan kesehatan terus memburuk. walaupun APBN terus meningkat namun dikuras para koruptor dari pusat sampai daerah,” paparnya.(*)