Regulasi PUB Menghambat Partisipasi Warga, Kementerian Sosial Didesak Revisi Permensos 8/2021

Penyerahan policy brief kepada Nelwan Harahap (Asisten Deputi Kedaruratan dan Manajemen Pasca Kemenko PMK RI).

JAKARTA, AKSIKATA.COM – Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan menilai regulasi terkait PUB (Pengumpulan Uang atau Barang) yang menjadi rujukan dalam penggalangan sumbangan justru menghambat hak dan partisipasi warga untuk berkontribusi dan mendukung pemerintah dalam mengatasi masalah sosial melalui kegiatan filantropi (kedermawanan sosial).

Kebijakan yang disorot oleh Aliansi khususnya Undang-Undang No. 9/1961 tentang PUB dan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No. 8/2021 mengenai Penyelenggaraan PUB yang menjadi rujukannya. Kebijakan PUB ini jugs berpotensi mengkriminalisasi lembaga sosial dan filantropi yang terlibat dalam penanganan bencana dan menyulitkan mereka untuk mendukung program-program jangka panjang, termasuk pencapaianTujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Hal ini tertuang dalam Policy Brief Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan yang dipaparkan kepada jurnalis media pada acara media briefing yang digelar di Jakarta, Jumat siang (17/03/23). Policy brief tersebut disusun berdasarkan pemetaan berbagai hambatan dan persoalan yang dihadapi lembaga filantropi dalam menggalang, mengelola, dan mendayagunakan sumbangan masyarakat. Policy brief tersebut rencananya akan diserahkan kepada Kementerian Sosial, Kemenko PMK, Komisi VIII DPR, dan pemangku kepentingan lainnya.

Hamid Abidin, Koordinator Aliansi Filantropi untuk Akuntabilitas Sumbangan, menyatakan bahwa
kegiatan filantropi yang tengah berkembang pesat di Indonesia sudah terbukti bisa menjadi sumber daya alternatif dalam mendukung pemerintah memenuhi kebutuhan masyarakat dan mengatasi persoalan sosial.

Bahkan, berdasarkan Peraturan Presiden No. 111/2022, filantropi diakui sebagai salah satu pilar dan pendukung dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. “Sayangnya, dukungan dan kontribusi tersebut justru dihambat oleh regulasi pemerintah sendiri, yakni Permensos  Penyelenggaraan PUB dan UU PUB yang menjadi rujukannya,” katanya.

Hamid menjelaskan Permensos Penyelenggaraan PUB menjadi penghambat kegiatan Filantropi,
khususnya penggalangan sumbangan, karena pasal-pasal atau ketentuan dalam kebijakan tersebut
tidak relevan dengan kondisi dan perkembangan kegiatan filantropi sehingga sulit untuk diterapkan.

Selain itu, kebijakan PUB juga tidak sinkron dan tumpang tindih dengan kebijakan lainnya yang
diungkapkan oleh Arif R. Haryono yang mewakili lembaga Filantropi Islam (Dompet Dhuafa). Arif
menjelaskan bahwa dalam beberapa kesempatan Kementerian Sosial meminta Lembaga Amil Zakat yang mengelola Zakat, Infak, dan Sedekah untuk mematuhi Permensos Penyelenggaraan PUB dengan mengajukan perizinan penggalangan sumbangan (PUB).

“Lembaga Zakat sudah diatur oleh Undang-Undang 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat. Aturan mengenai PUB di Permensos selain tumpang tindih dengan UU Pengelolaan Zakat juga menambah masalah birokratisasi dan aturan restriktif bagi aktivitas kemanusiaan di wilayah terdampak bencana, baik di dalam maupun luar negeri”, kata Arif.

Mengingat pentingnya partisipasi warga dalam membantu pemerintah mengatasi persoalan sosial
melalui kegiatan penyelenggaraan sumbangan, Aliansi mendesak Kementerian Sosial untuk segera
merevisi Permensos 8/2021 secara partisipatif dengan melibatkan organisasi dan pegiat filantropi.
Hasil revisi peraturan tersebut harus dilengkapi dengan petunjuk teknis untuk kejelasan implementasi PUB.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.