JAKARTA, AKSIKATA.COM – Siapakah orang yang pertamakali mencetuskan ajaran “Sukarnoisme”. Tentu jawabannya Njoto.
Njoto pada April 1964 saat pidatonya di Palembang, ia yang kemudian melontarkan istilah “Sukarnoisme”.
Setelah pidato Njoto banyak didengar oleh orang-orang, maka istilah “Sukarnoisme” mulai dipakai oleh kawan atau pun musuh-musuh Bung Karno.
Bahkan lama kelamaan kedua belah pihak baik Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) sama-sama khawatir akan istilah “Sukarnoisme” tersebut.
Dari Jurnal Faktual, Seri Buku Tempo “Njoto Peniup Saksofon di Tengah Prahara”, yang dikutip Selasa (27/9/2022), bagi kalangan nasionalis mereka pada khawatir jikalau Bung Karno pada nantinya akan masuk dengan pelukan PKI.
Sebaliknya PKI dengan kubu Dipa Nusantara Aidit-nya curiga jika pada akhirnya Njoto dipakai oleh Bung Karno untuk menggebosi pergerakan Partai Komunis yang diketuainya.
Ajaran “Sukarnoisme” oleh Njoto itu dianggap “lema baru” bagi partai Komunis Indonesia yang akan merongrong ajaran Komunisme yang telah berkembang pesat di Indonesia.
Bahkan tidak hanya itu, ajaran “Sukarnoisme” oleh aktivis PKI dianggap suatu penghianatan (yang telah dilakukan Njoto) dalam wacana baru hal ideologi.
Sementara Njoto justru serius dalam wacana ideologi “Sukarnoisme” itu.
Menurut Sumber Tempo, pemimpin umum koran PKI itu menganggap Marxisme terlalu asing bagi petani dan borjuis kecil yang ingin digarap PKI menjadi massa ideologinya.
“Sedangkan Sukarnoisme itu lebih jelas dan orangnya juga masih hidup.”
Dikutip dari buku “Nyoto Peniup Saksofon di Tengah Prahara”, terbitan Majalah Tempo, halaman 39.
Karena sikap Njoto dengan “Sukarnoisme-nya” ini membuat tokoh-tokoh PKI hilang kepercayaan terhadapnya, bahkan lebih parahnya Njoto sampai-sampai dipecat dari jabatannya sebagai ketua Departemen Agitasi dan Propaganda.
Akhir cerita karena polimek dua kubu tak terhindarkan, bahkan berujung hampir bentrok antara Badan Pendukung Sukarnoisme (BPS) dan Harian Merdeka (HR), akhirnya Bung Karno mengambil sikap dengan turun tangan dan melarang ajaran Sukarnoisme.(*)
Sumber :
Jurnal Faktual
Seri Buku Tempo “Njoto Peniup Saksofon di Tengah Prahara”