JAKARTA, AKSIKATA.COM – Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari dalam Kongres Perempuan Indonesia di Jakarta, Rabu (7/9/2022) menyatakan UUD’45 yang merupakan garda cita-cita kemerdekaan telah terkoyak koyak hancur tak bersisa.
“Kita yang berkumpul di sini menyatukan pemikiran, menyatukan mindset, menyamakan derap langkah ke depan dan menyatukan tujuan memperbaiki kondisi bangsa ini, agar kembali ke rel menggapai visi misi kemerdekaan kita yang saat ini nyaris hilang. Saatnya bangsa ini kembali ke UUD’45 yang asli,” tegas Siti Fadiah dalam sambutannya.
“Ayo jangan ragu lagi, perempuan adalah kekuatan dahsyat yang bila kita bergabung dalam barisan, satu tujuan,” tegasnya.
Sebelumnya, Siti Fadilah menyatakan bahwa perempuan Indonesia sebenarnya memiliki chemistry yang sama dalam mencintai negeri ini.
“Kita berasal dari seluruh daerah di negeri ini meluangkan waktunya, untuk menyatukan pemikiran dan tekad untuk bersama-sama berjuang memperbaiki nasib bangsa ini ke depan. Karena masa depan negeri ini adalah milik anak cucu yang kita lahirkan dari rahim kita semua,” jelasnya.
Saat ini menurut Siti Fadilah, perempuan Indonesia memiliki kekuatiran dan keprihatinan yang sama.
“Kita semua sangat prihatin dengan kondisi dan situasi di negeri kita saat ini. Meskipun kita sudah merdeka 77 tahun tetapi masih banyak anak anak yang tidak mendapatkan haknya dalam pendidikan maupun di bidang kesehatan,” paparnya.
Menurut Siti Fadilah, masih banyak ibu-ibu yang terpaksa meninggalkan anaknya karena negara tidak mampu memberikan kesejahteraan pada mereka.
“Kita seperti dalam perahu besar di tengah samudra terombang-ambing badai ketidakpastian, mau kemana kah kita? Kapan kita sampai tujuan? Kita tidak bisa bertanya kepada nakhodanya. Yang kami tahu pasti adalah ketidakpastian arah dan tujuan,” ujarnya.
“Wahai perempuan Indonesia, kita adalah ibu kandung peradaban. Kita semua mencintai keluarga kita, anak maupun suami kita, dan kita semua pasti mengharapkan anak cucu kita merdeka, sejahtera di masa depan di negara RI yang tercinta,” tegasnya.
Siti Fadilah mengingatkan sejak 22 Desember 1928, di Kongres Perempuan pertama, di Yogyakarta telah menunjukkan, bahwa perempuan mampu memperjuangkan kepentingan sesama.
“Mereka memberi fondasi bagaiman perempuan berjuang untuk kemanusiaan,” ujarnya.
Kongres Perempuan kedua digelar di Jakarta ditahun 1935. Walaupun belum merdeka tetapi perempuan Indonesia sudah mulai bergerak di bidang pendidikan, mencerdaskan perempuan.
Kongres perempuan Indonesia ke tiga di gelar di Bandung di tahun 1938, meskipun gerak langkahnya masih terbatas pada perempuan, tetapi sudah disadari bahwa perempuan merupakan elemen kekuatan yang sangat kuat untuk memperjuangkan kemanusiaan.
“Para perempuan pejuang era now, kita telah diberi contoh oleh nenek moyang kita untuk berjuang dan berjuang. Marilah kita mulai derap langkah ini di sini, saat ini juga. Kongres Perempuan Indonesia berjuang menuju Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” tegasnya. (*)