JAKARTA,AKSI KATA.COM – Kelapa sawit secara makro ekonomi sudah memberikan kontribusi yang sangat besar, terutama kepada devisa negara karena ekspornya mencapai lebih US $ 20 miliar bahkan dengan kenaikan harga, realisasi ekspor kelapa sawit berpotensi lebih dari US $ 30 miliar.
Angka tersebut merupakan angka yang urgent dan sigifikan dalam rangka untuk menciptakan surplus neraca perdagangan Indonesia maupun surplus neraca transaksi berjalan bagi Indonesia.
Nusron Wahid, Anggota Komisi VI DPR RI mengatakan, di tengah tekanan ekonomi yang sangat berat saat ini, kalau tidak ada kelapa sawit, tentunya akan berdampak negatif, apalagi di sektor pangan lainya, Indonesia mengalami negatif transaksi berjalanya maupun transaksi perdaganganya.
Kontribusi kelapa sawit lainnya adalah terhadap produc domestic bruto (PDB), pengentasan tenaga kerja maupun multiflier effect ekonomi yang lainnya dari industri-industri turunan yang dihasilkan dari kelapa sawit.
“Apalagi perkembangan sawit di Indonesia sudah sangat masif dengan luasan hampir mencapai 15 juta hektare,” kata Nusron pada program Wakil Rakyat Bicara Sawit, Kamis (18/8).
Tinggal yang menjadi persoalan adalah; dimensi keseimbangan antara produsen dan konsumen yang ada karena dimensi itu sangat penting.
Menurut Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar tersebut, harga TBS (tandan buah segar) turun itu adalah akibat pemerintah pada saat itu, tidak mampu mengelola keseimbangan.
“Kami sebagai wakil rakyat mengimbau agar pemerintah mengambil kebijakan yang bijaksana. Supaya yang menjadi target benar-benar pelaku atau pengusaha yang nakal, yang menantang kebijakan pemerintah,” katanya.
Dia juga mengajak pengusaha agar jangan serakah-serakah amat. “Harusnya kebijakan pemerintah kemarin adalah kami hanya menerima ekspor minyak goreng atau CPO yang datangnya dari petani-petani kelapa sawit. Yang tidak dari petani kelapa sawit kami tidak mau terima,” ujar Nusron.
Kebijakan ini akan berdampak positif karena bagi petani swadaya yang mau menyetorkan TBS ke pabrik yang tidak bekerja sama atau terintegrasi dengan koperasi-koperasi tidak dibebani dengan kebijakan DMO (Domestic Market Obligation), pemerintah membolehkan ekspor. “Tetapi ini tidak dilakukan,” katanya.